Mohon tunggu...
Ezrinal Aziz
Ezrinal Aziz Mohon Tunggu... -

Yayasan Proklamator Bung Hatta

Selanjutnya

Tutup

Money

Dan Bung Hatta Pun Mulai Tersenyum

31 Januari 2018   08:41 Diperbarui: 31 Januari 2018   08:44 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selama ini cukup jamak kita mendengar di Media Sosial maupun Media Massa ungkapan keprihatikan terhadap dominasi investasi asing atas pengelolaan kekayaan alam kita, khususnya di sektor Migas dan pertambangan. Nama nama asing seperti Total, Chevron, Freeport dan lain lain oleh sebagian masyarakat yang cukup kritis digambarkan telah membuat Bung Hatta menangis.  Pasalnya karena setiap detik mereka telah menyedot kekayaan alam kita seperti  gas, minyak, emas,nikel,tembaga dll dan menimbun keuntungan milyaran dollar yang lari ke luar negeri. Situasi ini tentu saja bertotak belakang dengan VISI Bung Hatta.

Sebagaimana difahami bersama pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar seluruh kekayaan yang terkandung dalam bumi Indonesia dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar besarnya untuk memakmurkan rakyat. Pasal ini adalah warisan Bung Hatta dan merupakan kristalisasi dari perenungan sekaligus visi beliau yang dengan sepenuh jiwa senantiasa memikirkan nasib rakyatnya  kini dan esok.

Namun sesuatu yang melegakan terjadi ketika Presiden Jokowi mengumumkan bahwa mulai tanggal 1 Januari 2018 Blok Mahakam, sumber gas terbesar kita, pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina, Perusahaan Milik Negara yang bergerak di bidang Migas.

Selama ini sejak tahun 1966 Blok Mahakam merupakan wilayah kerja Total  (Perancis) dan Inpex (Jepang) melalui kontrak bagi hasil dengan Pemerintah dan kontrak tersebut telah berakhir pada tanggal 31 Desember 2017. Dikabarkan Total masih getol mengupayakan perpanjangan kontrak. Hal ini menandakan bahwa Blok Mahakam masih menarik untuk dikelola. Menurut informasi terkini cadangan gas Blok Mahakam tersisa sekitar 5 TSCF atau menurut perhitungan cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk 20 tahun ke depan.

Kita patut bersyukur sekaligus menghargai sikap tegas Pemerintah yang tidak lagi memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam pada perusahaan asing dan mempercayakan pengelolaannya pada kekuatan anak bangsa sendiri. Kekayaan alam berupa Migas dan tambang adalah sumber daya yang tak terbarukan (non renewable) sehingga perlu dikelola secara arif. Yaitu, sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi kita, bagaimana agar sumber daya tersebut berkontribusi optimal bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. 

Bukan hanya bagi yang hidup saat ini, akan tetapi juga untuk anak cucu kita. Dan hal ini tentu lebih dimungkinkan bila pengelolaan sumber daya tersebut berada dalam kontrol Pemerintah yang memperoleh kepercayaan dan dipilih oleh rakyat. Karena perusahaan asing hanya berpikir bagaimana menyedot sumber daya tersebut secepat cepatnya dan memperoleh keuntungan yang sebesar besarnya tanpa memikirkan ke depannya.

Indonesia pernah menjadi eksportir gas terbesar di dunia, padahal cadangan gas kita hanya berada pada urutan ke 11 saja. Sebagian mungkin menganggap  ini sebagai prestasi, padahal kondisi ini mengakibatkan cadangan gas kita akan cepat habis. Langkah yang lebih arif adalah mendahulukan pemanfaatan gas untuk keperluan industri di dalam negri, baik sebagai bahan baku maupun sebagai energi. 

Dengan tumbuhnya industri lebih banyak manfaat yang akan dihasilkan. Pertama industri akan menyerap tenaga kerja, kedua industri akan memberikan hasil pada Pemerintah berupa pajak dan adanya valeu added dari produk yang dihasilkan. Dan apabila produk tersebut diekspor juga akan menambah devisa serta memperbaiki neraca perdagangan.

Selain itu, industri akan memberi multiplier effect yang sangat positif seperti tumbuhnya sektor informal serta adanya konstribusi Corporate Social Responsibility. Karyawan yang banyak beserta keluarga yang tinggal di sekitar pabrik membentuk komunitas yang memerlukan berbagai kebutuhan seperti makanan, pakaian, kendaraan, hiburan dan lain lain yang bisa menjadi ladang usaha bagi masyarakat sekitar. Komunitas industri menumbuhkan pasar, warung, bengkel, salon kecantikan, sarana kesehatam, pendidikan dan lain lain. Seribu karyawan beserta keluarga tanpa perlu perencanaanpun bisa memberi kehidupan bagi ribuan keluarga lainnya, inilah multiplier effect tersebut.

Selama ini kalau kita cermati di wilayah eksplorasi migas perusahaan asing, ekonomi masyarakat sekitar nyaris tidak tumbuh. Jumlah karyawan relatif kecil dibanding revenue yang dihasilkan dan cenderung eksklusif. Mereka lebih suka tinggal di kota besar dan secara shift datang di lokasi pabrik dengan heli atau pesawat kecil. Hampir tidak ada multipler effectnya, kecuali bagi hasil yang diterima Pemerintah.

Kebutuhan gas untuk satu train LNG yang selama ini diekspor bisa digunakan untuk menjalankan 10 pabrik amonia atau metanol yang merupakan bahan baku bagi industri turunannya seperti urea, asetaldehyde, caprolactam, amonium nitrat dan lain lain yang jumlahnya bisa mencapai puluhan. Kalau semuanya terbangun bisa dibayangkan berapa ribu karyawan yang diperlukan dan berapa puluh ribu   keluarga yang bisa dihidupi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun