Mohon tunggu...
Ezlyn Ziyadatur Rohmah
Ezlyn Ziyadatur Rohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Tugas kuliahhhh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kejelekan Cinta Harta dan Sifat Kikir

1 Desember 2022   10:04 Diperbarui: 1 Desember 2022   10:06 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEJELEKAN CINTA HARTA DAN SIFAT KIKIR

Pada saat ini, kebanyakan manusia berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta benda, karena mereka beranggapan bahwa harta adalah segala-galanya. Semua bisa didapatkan jika mereka memiliki kecukupan harta benda. Padahal, mencintai harta terlalu berlebihan merupakan tindakan tercela. Kejelekan cinta harta dapat diketahui melalui firman Allah ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman. Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian. Maka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-munafikun:9). Dalam ayat lain juga dinyatakan bahwa “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu).” (QS. At-Taghabun: 15)

Ayat-ayat tersebut di atas juga diperkuat dengan hadis Nabi yang menyatakan bahwa sifat cinta harta dan kemuliaan dapat menumbuhkan sifat munafik sebagaimana air menumbuhkan tanaman. Nabi juga bersabda bahwa akan datang suatu masa di mana orang-orang makan dengan berbagai makanan lezat di dunia, menikahi wanita-wanita paling cantik, memakai berbagai jenis baju yang paling lembut, naik berbagai kuda yang megah, mereka tidak kenyang dari yang sedikit, nafsu mereka tidak puas dengan yang banyak, dan mereka hanya fokus menekuni dunia. Mereka memiliki sesembahan selain Tuhan mereka, mereka mendekati para penguasa dan selalu mengikuti hawa nafsu.

Pada dasarnya, harta yang dimiliki seorang muslim itu adalah harta yang ia sedekahkan sehingga pahalanya kekal dan terus mengalir, bukan harta yang ia makan hingga habis, ataupun harta yang ia pakai hingga usang. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Teman-teman anak adam ada tiga, yang satu mengikutinya hingga dicabut nyawanya, yang kedua mengikutinya hingga ke kuburnya, dan yang ketiga hingga hari berkumpul di mahsyar. Yang mengikuti hingga ke kuburnya adalah keluarganya, dan yang mengikutinya ke mahsyar adalah amalnya.”

Segala keterangan tentang pahala sedekah dan haji adalah pujian terhadap harta. Tujuan orang-orang yang bijak dan mulia adalah kebahagiaan abadi, sedangkan harta adalah alat untuk berbekal dengannya agar kuat bertakwa dan beribadah, dan terkadang dengan membelanjakannya di jalan akhirat. Barang siapa yang menggunakannya untuk bermewah-mewahan atau menggunakannya untuk melakukan maksiat dan melampiaskan syahwat, maka ia pun tergolong dalam orang yang tercela. Perumpamaannya adalah seperti ular yang mengandung racun dan obat penawar. Faedah-faedahnya bagaikan obat penawarnya, sedangkan bahaya-bahayanya bagaikan racunnya. Maka, siapa yang mengetahui dan mampu menghindar dari racunnya dan mampu memanfaatkan obat penawarnya, maka ia pun tergolong orang yang beruntung.

Pada hakikatnya, kemiskinan itu terpuji, apabila orang fakir tidak mengharapkan milik orang lain. Hal itu tidak bisa terwujud kecuali dengan makan, minum, dan berpakaian sesuai dengan kebutuhan. Maka, ia pun cukup dengan kadar yang paling sedikit dan paling rendah jenisnya. Ia tunda harapannya hingga sehari atau sebulan supaya tidak memperbanyak kesabaran atas kemiskinan yang dapat menyebabkan tamak dan meminta-minta serta merendahkan diri kepada orang-orang kaya.

Ada tiga obat yang mampu mengatasi sifat tamak dan kikir, yakni sabar, ilmu dan amal. Pertama, adalah amal, yaitu berhemat dalam penghidupan dan bersikap sederhana dalam pembelanjaan. Maka, siapa yang ingin mulia dengan bersifat qana’ah, hendaklah ia menyedikitkan pengeluaran dan nafkah. Kedua, pendek angan-angan supaya tidak goyah karena kebutuhan dalam keadaan kedua. Ketiga, dengan memahami bahwa dalam qana’ah terdapat kemuliaan dan kebebasan dari minta-minta dan perasaan akan hinanya ketamakan. Dengan itulah manusia bisa selamat.

Apabila harta tidak dimiliki, maka manusia harus bersifat qana’ah. Jika ia memiliki harta, maka ia harus mengutamakan orang lain dan bersifat dermawan dan menjauhi sifat kikir. Nabi Saw bersabda bahwa sifat dermawan itu berupa sebatang pohon di surga yang ranting-rantingnya menjulur ke bumi. Maka, siapa mengambil sepotong ranting darinya, ranting itu akan memasukkannya ke dalam surga. Sifat kikir itu berupa sebatang pohon di neraka. Maka siapa bersifat kikir, memegangi rantingnya dan tidak meninggalkan ranting itu hingga memasukkannya ke dalam neraka. Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa “Sekali-kali janganlah orang kikir dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunianya menyangka bahwa kekikiran itu baik untuk mereka. Sebenarnya kekikiran itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat”(QS. Ali-Imran: 180). Nabi Saw memerintahkan kita untuk menjauhi sifat kikir, karena sifat ini telah membinasakan orang-orang terdahulu. Sifat ini menyebabkan mereka menumpahkan darah mereka sehingga melanggar apa-apa yang diharamkan atas mereka.

Sifat kikir itu disebabkan oleh cinta harta yang dilatar belakangi oleh dua hal. Pertama, kesukaan bersenang-senang, dan ini tidak bisa tercapai kecuali dengan harta disertai dengan panjang angan-angan. Karena apabila seseorang itu mengerti bahwa ia hanya ditakdirkan hidup sehari atau sebulan, bisa dipastikan ia mau mengeluarkan harta untuk bersedekah. Selain itu, apabila seseorang memiliki rasa takut miskin dan kurang percaya akan datangnya rezeki, maka sifat kikir pun menjadi sangat kuat. Kedua, bila seseorang mencintai harta, sedang ia tahu bahwa ia tidak memerlukannya di saat ia sudah tua dan tidak punya anak. Akan tetapi ia mencintai harta itu sendiri.

Mengatasi sifat kikir adalah dengan mengurangi syahwat, banyak mengingat mati, merenungkan kematian teman-temannya, menziarahi kubur, merenungkan cacing-cacing yang ada di dalamnya, dan memikirkan keadaan-keadaan itu. Perhatian terhadap anak diatasi dengan menyadari bahwa penciptanya menciptakan rezeki bersamanya. Banyak anak yang mewarisi, sedang itu bukan rezekinya, dan banyak pula anak yang tidak mewarisi, padahal Allah Ta’ala mengaruniainya harta yang banyak. Jika anaknya seorang yang saleh, maka Allah Ta’ala akan menjaga orang-orang yang salih. Jika ia seorang yang fasik, maka semoga Allah tidak memperbanyak anak-anak seperti itu, karena ia menggunakan hartanya untuk bermaksiat.

Lawan dari sifat kikir adalah dermawan. Derajat tertinggi dalam hal kedermawanan adalah mengutamakan orang lain, yaitu menafkahkan harta di saat ia sendiri membutuhkannya. Diceritakan bahwa seorang tamu datang kepada Rasulullah Saw., namun ia tidak mendapatkan apa-apa pada keluarganya. Kemudian masuk kepadanya seorang laki-laki Ansar dan membawa tamu itu kepada keluarganya. Kemudian ia menghidangkan makanan kepadanya dan menyuruh istrinya memadamkan lampu. Ia selalu mengulurkan tangannya dalam makanan itu seakan-akan makan, padahal ia tidak makan hingga tamu itu makan makanan. Di waktu paginya, Rasulullah Saw berkata kepadanya, ”Allah telah heran atas perlakuan kalian kepada tamu kalian.” Kemudian turun ayat, “Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.”(QS. Al-Hasyr: 9)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun