Mohon tunggu...
Widodo Darmosuwarto
Widodo Darmosuwarto Mohon Tunggu... lainnya -

umur 74 th, laki-laki, mantan wartawan 1965 -1998 di jakarta kini tinggal di karanganyar, jateng, masih aktif nulis di media massa.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sungai Citarum, Riwayatmu Kini

26 April 2011   09:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:22 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel



SUNGAI Citarum di Jawa Barat sudah sejak medio 2009 dinyatakan sebagai salah satu dari 10 sungai terburuk di dunia. Demikian diungkapkan oleh Donny Azdan, Direktur Pengairan dan Irigasi Bappenas, saat hadir pada Konferensi Internasional Environmental Management Infrastructure and Regional Development, di Aula Timur ITB, JaLan Tamansari, hampir dua tahun yang lalu, tepatnya 18 Juni 2009. Dan riwayat Citarum kini, sudah patut disebut sebagai "sungai sampah"!



Kondisi sungai Citarum yang buruk tersebut, adalah hasil riset International River Basin (IRB) tahun 2009. IRB adalah lembaga riset independen internasional yang menangani masalah lingkungan, antara lain melakukan riset sejumlah sungai di dunia.



Donny menuturkan, saat melakukan riset di Sungai Citarum pada 2009, tim IRB sempat berhenti di Majalaya. Mereka mengambil foto beberapa bagian Sungai Citarum yang penuh sampah.



"Kondisi itu sangat miris," ujar Donny. Menurut dia pemerintah telah mengalokasikan dana besar untuk menangani masalah Sungai Citarum. Dana yang dikucurkan untuk menangani masalah Sungai Citarum, sampai 2009, sangat besar, yaitu sebesar $ 3,4 miliar atau sekitar Rp 3,4 triliun! Namun dana itu banyak terpotong di sana-sini oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga masalah Citarum tidak kunjung selasai, kata Donny.



Untuk apa saja dana sebanyak itu? Untuk recovery sungai, pembangunan irigasi dan perbaikan saluran kanal timur. Saluran kanal timur berfungsi untuk mengairi sawah hingga Indramayu, yang berpangkal di Waduk Jatiluhur. Ada tiga waduk di Jabar bersumber dari Sungai Citarum, yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur.



Donny tidak bisa berbuat apa-apa melihat kondisi seperti itu, karena dia tidak memiliki kewenangan.


Jutaan Orang Bergantung Citarum

 



Untuk menangani kondisi Sungai Citarum yang semakin parah, Bappenas telah mengatur Sungai Citarum sebagai roadmap antara pemerintah, masyarakat dan stake holder untuk menciptakan Sungai Citarum yang bersih. Salah satunya, mengarahkan masyarakat untuk menanam tanaman di sekitar sungai, antara lain pohon bambu. Namun upaya tersebut tampak tidak berhasil menolong fisik Citarum.



Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat. Sungai ini memiliki nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang penting.



Sejak 2007 menjadi salah satu sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia! Jutaan orang tergantung langsung hidupnya dari sungai ini. Sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar alirannya, tiga waduk PLTA dibangun di aliran Sungai Citarum. Sejak 2007 penggundulan hutan di wilayah hulu berlangsung pesat.



Panjang aliran sungai sekitar 300 km. Secara tradisional, hulu Citarum dianggap berawal dari lereng Gunung Wayang, tenggara Kota Bandung, di wilayah Desa Cibeureum, Kertasari, Kabupaten Bandung. Ada tujuh mata air yang menyatu di suatu danau buatan, bernama Situ Cisanti di wilayah Kabupaten Bandung. Namun demikian, berbagai anak sungai dari kabupaten tetangganya, juga menyatukan alirannya ke Citarum. Misalnya Cikapundung dan Cibeet. Aliran kemudian mengarah ke arah barat, melewati Majalaya dan Dayeuhkolot. Dari sini berbelok ke arah barat laut dan utara.Itulah perbatasan Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung Barat. Lalu Citarum melewati Kabupaten Purwakarta dan terakhir Kabupaten Karawang. Dan itulah batas dengan Kabupaten Bekasi. Sungai ini bermuara di Ujung Karawang. Terdapat 21 anak sungai yang mengalir ke Citarum..




Sungai Citarum, Riwayatmu Dulu

 



Dalam perjalanan sejarah Sunda, Citarum erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma, pada abad ke-4 sampai abad ke-7. Kompleks bangunan kuna dari abad ke-4, terdapat  di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya. Keduanya menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu dari abad ke-1 Masehi juga ditemukan di bagian hilir sungai ini.



Sejak runtuhnya Taruma, Citarum menjadi batas alami Kerajaan Sunda dan Galuh, dua kerajaan kembar pecahan dari Taruma. Citarum juga disebut dalam Naskah Pujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15.



Sejak lama Citarum menjadi sarana lalu-lintas penduduk. Citarum dapat dilayari oleh perahu kecil. Penduduk di sekitarnya memanfaatkan sumber daya perikanan dan menggunakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Tentu saja juga dimanfaatkan sebagai sumber air bagi usaha pertanian. Namun riwayat Sungai Citarum kini, menyedihkan, menjijikkan!



Karena debit air banyak dialirkan Citarum, maka dibangun tiga waduk sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan juga untuk irigasi persawahan di sungai ini. Ke-3 PLT tersebut adalah PLTA Saguling di bagian paling hulu, PLTA Cirata, dan PLTA Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal sebagai PLTA Jatiluhur,

Air dari Citarum juga dimanfaatkan sebagai pasokan air minum untuk sebagian penduduk Jakarta. Irigasi di wilayah Subang, Karawang, dan Bekasi juga dipasok dari aliran sungai ini pula. Pengaturannya dilakukan sejak Waduk Jatiluhur beroperasi.


Kerusakan Sungai

 



Sejak 1980 lingkungan sekitar Citarum telah banyak berubah. Industrialisasi yang pesat di kawasan sekitar sungai sejak akhir 1980-an, menyebabkan menumpuknya sampah buangan pabrik-pabrik di sungai Citarum.



Setiap musim hujan di sepanjang Citarum di wilayah Bandung Selatan selalu banjir. Banjir besar yang melanda daerah tersebut tahun 1986, mendorong pemerintah membuat proyek normalisasi sungai Citarum. Dengan cara mengeruk dan melebarkan sungai. Juga meluruskan alur sungai yang berkelok. Tetapi hasil proyek itu sia-sia!

Kenapa? Karena sejak tahun 1986 tidak ada sosialisasi! Akibatnya sungai tetap menjadi tempat pembuangan sampah! Bahkan limbah pabrik pun makin banyak mengalir ke sungai Citarum.



Sekarang keadaan sungai menjadi sempit dan dangkal. Sampah di mana-mana. Warna air pun hitam pekat. Akibatnya, setiap tahun di musim hujan, wilayah Bandung Selatan selalu banjir. Setiap tahun ketinggian banjir selalu bertambah. Itulah Sungai Citarum, riwayatnya kini.


Tanggung Jawab Pemerintah dan Masyarakat

 



Untuk mengatasi kerusakan dan pencemaran Sungai Citarum memerlukan pekerjaan besar, sungguh-sungguh, dan berkelanjutan. Program menyehatkan Sungai Citarum jelas harus melibatkan tiga unsur, pemerintah (pusat & daerah), masyarakat industri yang terkait dengan Sungai Citarum, dan masyarakat luas. Tujuan penyehatan sungai hendaknya meliputi upaya:



1)    Mengubah pola pikir masyarakat luas untuk mencintai dan memelihara sungai agar tetap bersih. Gerakan Prokasih, atau Gerakan Program Kali Bersih harus dimulai sejak dini, sejak anak duduk di TK sampai mahasiswa di Perguruan Tinggi (PT).

2)    Sosialisasi dan kampanye dengan tujuan menjaga kebersihan dan kesehatan sungai kepada masyarakat, harus dioptimalkan dan berkelanjutan.

3)    Sejak sekarang sosialisasi dan kampanye tentang cinta sungai harus dimulai, baik lewat masyarakat umum (RT, RW, Dukuh, Desa, sekolah TK sampai perguruan tinggi, perusahaan swasta/pemerintah dll), terutama di kampung atau pemukiman penduduk yang tinggal di dekat bantaran sungai.

4)    Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang merusak fisik dan kebersihan sungai (dalam segala bentuknya), termasuk membuang sampah ke sungai. Sebaliknya harus ada penghargaan bagi mereka yang giat menjaga atau memelihara kesehatan sungai secara sungguh-sungguh dan konsisten. Baik kepada perorangan maupun kepada lembaga (RT,RW, Karang Taruna dsb). Bila perlu di setiap perkampungan atau pemukiman yang berada dekat sungai, ditempatkan beberapa petugas Sat-Pol PP. Perda tentang penjagaan & perusakan sungai, harus diefektifkan.

5)    Tim kampanye harus aktif memasyarakatkan pentingnya cinta sungai. Untuk menarik masyarakat tim kampanye harus membawa tim kesenian, yang jenisnya sudah populer di masyarakat setempat. Misalnya Orkes dangdut, pagelaran wayang golek,  dsb.

6)    Di setiap sekolah, dari TK sampai perguruan tinggi harus ada semacam mata pelajaran baru tentang pentingnya menjaga sungai tetap bersih dan sehat.

7)    Perlu diciptakan lagu atau gending/lagu Sunda yang bertujuan membangkitkan rasa cinta sungai di kalangan masyarakat luas.

8)    Kampanye mencintai sungai di kalangan Karang Taruna perlu digalakkan, diintensifkan, misalnya dengan melakukan pertemuan rutin, ceramah, dsb. Antara lain menciptakan kaos oblong dengan tulisan atau gambar bertema "Aku Cinta Sungai". Para olahragawan pendaki gunung juga perlu dibekali visi-misi cinta sungai. Diharapkan mereka juga mau dan mampu menjelaskan soal pentingnya menjaga hutan tetap lestari kepada penduduk yang tinggal di pegunungan.

9)    Pada hari-hari tertentu tim kampanye pemeliharaan dan penyehatan sungai memutar film documenter tentang kerusakan sungai dan akibat-akibatnya. Juga film documenter tentang bagaimana solusi untuk memelihara, menjaga, dan melestarikan kesehatan sungai.

10) Tim kampanye harus terus bergiat melakukan tugasnya, baik di bagian hulu maupun di bagian hilir sungai.

11) Semua upaya tersebut, perlu adanya kerjasama (sinergi) tiga unsur, pemerintah (pusat/daerah), masyarakat luas, dan masyarakat industri, terutama yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan sungai.


Sejak dulu memang dua faktor besar yang menyebabkan kerusakan sungai, yaitu  manusia dan alam. Keduanya menjadi bagian yang terus mengancam kesehatan sungai. Jika tidak ada pembenahan dua faktor tersebut secara serius, pasti kerusakan semakin parah.



Nasib Sungai Citarum amat mendesak. Harus cepat ditangani dan dicari solusinya. Pemerintah dan masyarakat harus proaktif ikut menjaga kesehatan sungai. Keberhasilan pembenahan Sungai Citarum dapat dikatakan berhasil apabila sudah berdampak positif bagi kehidupan masyarakat luas, sekitar dan sepanjang Citarum.  Pemerintah harus tegas terhadap para perusak kesehatan sungai. Pelaksanaan pemberian sanksi bagi pelanggar, nyaris tidak ada.

Gerakan Prokasih harus secara berkala. Permukiman kumuh di sekitar bantaran sungai yang mempercepat terjadinya penyempitan badan sungai harus dipindahkan. Relokasi memang jalan satu-satunya untuk mengatasi penyempitan badan sungai. Namun, itu bukan urusan mudah. Apalagi jika penghuninya telah lama menetap di bantaran sungai. Tetapi kepentingan yang lebih luas dan banyak, haruslah kita utamakan! Itulah kisah tentang ... Sungai Citarum, riwayatmu kini! Selamatkan Citarum!***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun