;
Berjalan dari satu titik yang paling lemah. Terseok-seok langkah. Inginku enyahkan penat. Yang terus saja menandak-nandak liar menelingkung dalam diri. Membungkam sepi.
"Seperti menjilat waktu saja." Desismu mencibir. Mendapatiku yang melenguh lemah dalam garisan yang menepi.
"Maksudmu?"
"Seandainya kau lebih bodoh dari tampangmu, aku pasti sudah menjebarkan penjelasannya. Tapi ternyata kau lebih beruntung dari yang terlihat, cengeng!" Gerungmu melanjutkan. Mencaci.
"Aku tak mengerti maksudmu apa? Bisa kau jelaskan lagi?"
Kau malah tersenyum sinis. Mengibaskan selendang hitam dan menjatuhkannya di atas kepala. Mengikatnya untuk menutup lebih banyak.
"Selamat menikmati kebodohan yang tak berbentuk!" Bisikmu masih dengan nada mencibir. Lantas, beranjak meninggalkanku sendiri.
Kau terus saja berjalan. Berjalan tanpa sekali pun kau menoleh. Menegaskan keanggunan yang tak akan terjamah oleh kelemahan. Teriakkanku tak kau hirau. Malah membuatmu lebih cepat melesat. Memasuki kabut-kabut. Menyublim bersamanya.
Seketika ku rasakan panas yang membakar. Ku dapati diri dalam ke gersangan. Tanpa ada keteduhan. Di mana ini? Tanyaku kepada diri sendiri. Jelas tak akan ada jawaban. Kecuali gersang yang kian memanggang. Tanpa arah.