Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Niat Baik Mengandung Resiko: Memastikan Keamanan Program Makanan Bergizi Gratis

2 Mei 2025   20:33 Diperbarui: 2 Mei 2025   20:33 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan usai memimpin rapat koordinasi terkait program MBG (KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A)

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) adalah langkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, terutama di daerah yang rawan kekurangan gizi.

Tujuan utama program ini adalah supaya anak-anak bisa mengakses makanan sehat dan bergizi, mendukung tumbuh kembang mereka, mencegah stunting, dan membantu mereka belajar lebih fokus.

Tapi belakangan ini, banyak laporan tentang keracunan makanan yang melibatkan program ini, dan hal ini cukup mengguncang kepercayaan publik. Program yang seharusnya jadi solusi untuk masalah gizi malah berisiko menjadi masalah baru yang membahayakan kesehatan. Kok bisa?

Niat Baik yang Tidak Cukup

Sebenarnya, MBG punya niat yang sangat mulia. Program ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi gizi anak-anak, khususnya yang tinggal di daerah miskin dengan akses terbatas ke makanan bergizi. Harapannya, tidak ada lagi anak yang belajar dengan perut kosong atau kekurangan energi.

Namun, meski tujuannya bagus, pelaksanaannya yang kurang matang malah menimbulkan masalah baru, seperti yang terlihat dalam beberapa kasus keracunan makanan. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa program yang baik ini tetap berjalan dengan aman?

Rentetan Kasus Keracunan: Memicu Banyak Pertanyaan

Beberapa bulan terakhir, laporan tentang keracunan MBG di sekolah-sekolah mulai semakin sering muncul. Gejala seperti mual, muntah, dan diare setelah anak-anak mengonsumsi makanan dari program MBG membuat banyak orang tua khawatir. Bahkan, beberapa anak harus dilarikan ke rumah sakit. Tentu saja, ini membuat banyak orang tua semakin takut dan bertanya-tanya, "Kualitas makanan yang diberikan sudah aman belum ya?"

Salah satu insiden yang mengguncang terjadi pada 16 Januari 2025, di SDN Dukuh 03, Sukoharjo, Jawa Tengah. Sekitar 40 siswa mengalami gejala keracunan setelah makan ayam marinasi dalam menu MBG. Ternyata, ayamnya diduga kurang matang, dan pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mengakui ada kesalahan dalam proses pengolahan. Kasus serupa juga terjadi di Pandeglang, Banten, dan Sumba Timur, yang menunjukkan bahwa ada masalah yang harus segera diselesaikan.

Kasus-kasus ini mengingatkan kita bahwa evaluasi menyeluruh dalam pelaksanaan program MBG sangat penting. Mulai dari memastikan bahan makanan yang digunakan aman, sampai mengawasi proses pengolahan, penyimpanan, dan distribusinya.

Titik Rawan dalam Pelaksanaan Program MBG

Dari berbagai laporan yang ada, beberapa faktor penyebab keracunan mulai terlihat jelas. Ini dia beberapa yang perlu kita waspadai:

  1. Kualitas Bahan Makanan
    Bahan makanan yang nggak segar atau nggak memenuhi standar kesehatan bisa bikin makanan terkontaminasi. Penyimpanan yang nggak baik juga bisa jadi masalah besar.
  2. Proses Pengolahan dan Penyajian
    Pengolahan yang asal-asalan atau makanan yang disajikan dalam kondisi yang nggak tepat (misalnya, terlalu lama di suhu yang nggak aman) bisa meningkatkan risiko keracunan. Kadang, pengelolaan makanan dalam jumlah banyak bikin orang jadi nggak teliti.
  3. Higienitas Dapur dan Pengawasan
    Dapur yang nggak bersih bisa jadi sumber masalah. Kurangnya pengawasan pada dapur dan distribusi makanan juga berisiko menambah masalah.
  4. Pengawasan Pemerintah dan Sekolah
    Pemerintah dan sekolah punya tanggung jawab besar, tapi sering kali pengawasan yang kurang ketat membuka celah kesalahan. Kalau nggak ada evaluasi rutin, kualitas makanan bisa jadi terabaikan.
  5. Pelibatan Penyedia Layanan Makanan
    Penyedia makanan yang terlibat dalam program ini kadang nggak punya fasilitas atau pelatihan yang cukup. Kadang mereka lebih fokus pada harga murah, bukan kualitas atau kebersihan makanan.

Tanggung Jawab Bersama: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Tanggung jawab untuk kesuksesan atau kegagalan MBG bukan hanya milik satu pihak. Ada banyak pihak yang terlibat, dan masing-masing punya peran besar dalam memastikan program ini berjalan dengan baik:

  1. Pemerintah Pusat dan Daerah
    Pemerintah pusat bertanggung jawab menetapkan kebijakan, sementara pemerintah daerah harus mengawasi implementasi program di lapangan. Mereka harus memastikan bahwa ada standar ketat dalam pemilihan penyedia makanan dan pengawasan distribusi.
  2. Penyedia Makanan (Katering/UMKM)
    Penyedia makanan harus memastikan bahan makanan yang digunakan berkualitas, proses pengolahannya higienis, dan distribusinya aman. Mereka juga perlu memiliki fasilitas yang memadai dan mengikuti pelatihan yang rutin.
  3. Sekolah dan Guru
    Sekolah harus lebih proaktif dalam memantau kualitas makanan yang disajikan kepada siswa. Guru bisa memberikan edukasi tentang pola makan sehat dan turut serta dalam pengawasan.
  4. Orang Tua dan Masyarakat
    Orang tua dan masyarakat juga bisa berperan aktif. Memberikan masukan atau melaporkan masalah yang ditemukan bisa membantu menjaga kualitas program ini.

Langkah Ke Depan: Solusi untuk Memperbaiki Program MBG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun