Aku masih ingat hari itu. Seorang muridku duduk membungkuk di bangku kelas, matanya merah, tangan gemetar memegang kertas ujian bertanda nilai kecil di sudutnya.
Seperti banyak anak seusianya, dia merasa dunia runtuh hanya karena satu angka. Aku melihat bukan sekadar kekecewaan di wajahnya, tapi sesuatu yang lebih dalam: rasa malu, rasa bersalah, rasa takut mengecewakan orang-orang yang mencintainya.
Di zaman ini, di mana angka-angka dan ranking sering menentukan siapa kita di mata dunia, gagal dalam ujian terasa seperti gagal menjadi manusia. Kita tumbuh dalam budaya yang menyanjung nilai tinggi dan prestasi cepat.
Seolah-olah kegagalan adalah dosa besar yang harus disembunyikan. Tapi apa benar nilai ujian itu bisa merangkum seluruh perjalanan kita sebagai manusia?
Hari ini, lewat surat ini, aku ingin bicara. Bukan hanya untuk muridku, tapi untuk siapa saja yang pernah merasa dihancurkan oleh sebuah angka.
Saat Ujian Membuat Kita Merasa Gagal
Tak ada yang salah dengan merasa sedih saat hasil ujian tidak seperti yang kita harapkan. Sedih itu manusiawi. Kecewa itu wajar. Bahkan, menangis karena merasa gagal adalah bukti bahwa kita peduli, bahwa kita menaruh hati dalam usaha kita.
Tapi ada satu hal yang sering terlupakan: nilai ujian bukanlah nilai diri kita. Kertas itu hanya mengukur satu hal di satu waktu tertentu. Ia tidak tahu seberapa keras kamu mencoba, berapa banyak malam kamu bertahan untuk belajar, atau berapa banyak ketakutan yang kamu hadapi hanya untuk berani mencoba.
Ujian mengukur seberapa baik kamu mengingat, memahami, atau menerapkan sesuatu saat itu. Ia tidak pernah bisa mengukur keberanianmu, ketulusanmu, kebaikan hatimu, atau impian besar yang kamu simpan diam-diam di dalam dada.
Dan sering kali, kegagalan dalam ujian lebih banyak menceritakan tentang sistem yang belum sepenuhnya adil daripada tentang kurangnya kemampuanmu.
Kalau hari ini kamu merasa gagal, aku ingin kamu tahu: kamu tidak sendirian. Banyak dari kita pernah ada di tempat itu. Kita merasa kecil, merasa tertinggal, merasa tak cukup baik.