Saat Aku Merasa Bodoh
Ada satu masa dalam hidup saya, saat duduk di bangku sekolah dasar, ketika saya duduk di sudut kelas dengan kepala menunduk malu. Guru meminta kami menghafal sebuah puisi pendek, dan saya lupa semua baitnya.
Teman-teman lain meluncur lancar, sementara saya hanya berdiri diam, bibir kaku, telapak tangan berkeringat, dada berdegup keras, seakan ingin melompat keluar. Ruangan terasa begitu hening, seolah semua mata menusuk saya dengan rasa heran atau mungkin hanya itu yang saya rasakan saat itu.
Hari itu, untuk pertama kalinya, saya percaya satu hal: Mungkin saya memang tidak pintar.
Tahun demi tahun berlalu, tapi rasa perih itu masih membekas. Kini, di ruang kelas tempat saya mengajar, saya melihat pemandangan yang sama. Murid-murid yang menunduk malu karena nilai ujian rendah.
 Saat ini saya menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri anak-anak yang mulai berhenti mengangkat tangan karena takut salah, dan wajah-wajah kecil yang perlahan mempercayai kebohongan besar: "Aku memang bodoh."
Hari ini, saya ingin membantah kebohongan itu untuk mereka, untuk saya, dan untuk kita semua.
Kita Bukan Dilahirkan Pintar, Kita Dilatih Menjadi Pembelajar
Sejak lahir, tak ada satu pun dari kita yang langsung bisa berjalan, berbicara, apalagi menghitung pecahan atau memahami teori gravitasi. Semua keterampilan itu lahir dari kegagalan demi kegagalan kecil: jatuh saat belajar berjalan, salah mengucapkan kata pertama, mengeja "apel" menjadi "aple".
Belajar bukanlah keajaiban yang diwariskan. Belajar adalah keterampilan yang dibangun pelan-pelan, dari kesalahan kecil yang dikumpulkan setiap hari.
Orang yang terlihat "pintar" hari ini mungkin hanyalah orang yang lebih bersahabat dengan kesalahan mereka sendiri, bukan yang lebih berbakat dari awal. Mereka tahu bahwa salah bukanlah aib, melainkan bagian dari jalan panjang menuju penguasaan.
Penelitian dari psikolog Carol Dweck memperkuat kenyataan ini. Dalam konsep growth mindset, ia menemukan bahwa orang-orang yang percaya kemampuan bisa berkembang lewat usaha, latihan, dan ketekunan, justru jauh lebih sukses dibandingkan mereka yang menganggap kecerdasan itu bawaan tetap.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!