Keempat, memberikan perhatian lebih kepada segenap pemangku kepentingan. Di fase transisi saat ini, bank tetap harus selalu bersama dengan segenap pemangku kepentingan nya ketika bersiap diri menuju era kenormalan baru. Kepentingan pemangku kepentingan harus menjadi perhatian utama supaya ketika transformasi korporasi maupun transformasi bisnis sedang dikerjakan dimasa pandemic COVID-19, segenap [emangku kepentingan mendukung dengan sepenuh dan setulus hati.
Kelima, meningkatkan efisiensi sekaligus mengoptimalkan biaya operasional. Ini sebuah narasi yang mudah diucapkan namun tidak mudah dikerjakan. Ditengah pandemic COVID-19, memberi pelajaran berharga bagi perbankan untuk meningkatkan efisiensi operasional. Pos-pos biaya yang bisa ditunda sebaiknya ditunda, terutama yang tidak esensial. Parallel dengan itu, optimalisasi biaya juga harus dilakukan. Setiap satu rupiah yang dibelanjakan harus menghasilkann tiga rupiah keuntungan riil bersih. Ini prinsip optimalisasi biaya. Efisiensi dan efektivitas biaya terlihat didalamnya.
Keenam, mengintensifkan penerapan system menejemen resiko. Ada guncangan besar terhadap perekonomian nasional disertai ketidakpastian yang cukup tinggi, penting bagi bank untuk meningkatkan system menejemen risiko bank secara lebih intensif. Pemetaan ulang dan reassessment sector-sektor ekonomi atau lapangan usaha yang terdampak pada pandemic COVID-19 pada level berat, mederat dan ringan menjadi pintu masuk untuk bank bisa memitigasi risiko kredit.
Pandemic COVID-19 telah menciptakan disrupsi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejauh ini kebijakan responsive dan antisupatif yang dirilis oleh Negara-negara yang terpapar COVID-19 relatif generic. Yakni, mengoptimalkan bauran kebijakan fiskan dan moneter untuk menstimulasi kegiatan sector riil. Dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berbiaya RP695,20 triliun, juga teralokasi untuk BUMN, perbankan, koperasi, dan UMKM.