Mohon tunggu...
evka waty
evka waty Mohon Tunggu... Guru - -

Masih banyak belajar. Tolong dukung saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Esok Akan Lebih Baik

18 Juni 2022   10:39 Diperbarui: 18 Juni 2022   10:43 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sampai sore Nia tidak berhenti juga menangis. Tadi, ketika makanpun dia tidak bersemangat seperti biasanya. Dan menolak ajakan Wulan untuk bermain.

“Kamu kenapa Nia? Coba cerita ke ibu?” kata Sri sambil duduk di samping Nia. Disandarkannya punggungnya ke dinding rumah dan diluruskan kakinya yang terasa sangat pegal karena seharian berkeliling menjajahkan kue. Nia melirik ke Sri seakan ingin mengatakan sesuatu namun dia kembali bergeleng.

“Tidak apa-apa. Kalau Nia pendam sendiri nanti jadi sakit!” kata Sri sambil meraih tangan anaknya itu dan ditaruhnya diatas tangannya sembari menepuk-nepukkan tangannya yang satu lagi diatas punggung tangan Nia. Nia kembali memandangi wajah ibunya dan tidak berapa lama menundukkan kepalanya lagi.

“Buu ... apakah kita pendatang disini? Apakah kita gembel yang menumpang tanpa rasa malu? Apakah kita pengemis bu?” kata Nia lirih sambil menundukkan kepalanya. Sri terkejut mendengar pertanyaan beruntun Nia yang terdengar sangat berat untuk diutarakan.

“Siapa yang ngomong begitu, Nia?” Kata Sri

“Tono bu, anaknya bu Ambar” kata Nia, airmatanya kembali berurai. Sri menarik napas berat dan menghembuskannya.

“itu tidak benar Nia. Mungkin kita orang miskin tapi kita menumpang di rumah ini kita bayar kok. Dan, ibu tidak pernah mengajarkan kalian meminta-minta kan? Jadi kita bukan pengemis.” Kata Sri sambil menggengam erat tangan Nia.

“Tapi, Tono bilang kita tinggal di rumahnya ini tidak pernah bayar. Utang di kios mereka juga tidak mau bayar” kata Nia. Ya, Allah kenapa anak itu bisa sekejam itu membuli anaknya. Dia tak ingin suudzon. Sri kembali menarik napasnyaberat dan menenangkan dirinya.

“Maafkan ibu, Nia. Nanti kalau ibu sudah punya uangnya akan ibu bayarkan kost dan utang di kios. Yang sabar ya sayang. Tidak semua yang orang-orang katakan kepada kita itu benar dan jangan pernah kamu ambil hati. Berdo’a saja dan jadikan ini semua sebagai motivasi buatmu menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Kelak, jika kamu berhasil jangan pernah kamu perlakukan orang lain seperti itu.” Kata Sri mencoba menguatkan anaknya itu. Gina yang duduk di sudut ruang tak jauh dari mereka hanya bisa menarik dan menghembuskan napas berat.

“Iya, bu. Nia juga minta maaf ya bu, gara-gara Nia tidak hati-hati kue-kuenya jadi terbuang percuma!” kata Nia sambil merangkul tubuh Sri. Sri tahu betapa sakit hatinya anaknya itu. Namun, dia tak ingin anak-anaknya menyimpan dendam dengan keadaan yang mereka alami. yang nantinya berdampak buruk pada mental mereka dikemudian hari.

“Iya, sayang! Tidak apa-apa”kata Sri sambil membalas rangkulan anaknya itu dan mengelus lembut rambut Nia. Sri melambaikan tangannya pada Gina untuk mendekat. Gina bangkit dan langsung berlari memeluk ibunya. Tangis Ginapun pecah. Gina menciumi kening anaknya bergantian. Sri yakin, seberat apapun yang dihadapi mereka hari ini, sesuram apapun hari ini. Hari esok akan lebih baik dari hari ini atau kemarin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun