Tak ada lagi tawa, ada rasa ketakutan di wajah mereka, Mata Wulan terlihat berkaca-kaca. Gina merangkul adiknya itu dan berbisik bahwa semua baik-baik saja. Meskipun dirinya pun ketakutan namun dia mencoba menguatkan adik bungsunya itu. Yang membuat bocah itu tenang dan memeluk kakaknya.
“Nanti sore aku balik lagi ya bu. Tapi, jangan sembunyi kayak kemarin-kemarin lagi!” kata petugas itu dan ketiganya lalu pergi. Wulan berlari merangkul ibunya. Sri menguatkan diri untuk tidak menangis di depan anak-anaknya.
“Maaf, Pak. Hanya bisa makan pisang rebus” kata Sri pada suaminya
“Tidak apa-apa bu. Anak-anak sudah tidur?” tanya pak Krisna sambil mengunyah pisang rebus dan sesekali meminum air putih hangat yang disajikan istrinya.
“Sudah, pak. Kecapean mereka pak tadi bantuin ibu nyuci pakaian.” Kata Sri sambil meneguk air hangat.
“Kasihan mereka!” kata pak Krisna sambil melihat anak-anaknya yang tidur beralaskan tikar yang tak jauh dari mereka duduk.
“Maaf, pak. Uang nyucinya langsung diambil sama petugas koperasi.”
“Tidak apa-apa bu. Justru bapak yang minta maaf karena membuat keluarga kita menderita kayak begini.” Kata pak Krisna, airmatanya langsung saja mengucur dari pelupuk matanya yang sudah kerikupt. Dia sedih, meratapi nasib keluarganya yang sangat melarat. Memang mereka bukanlah orang berada tetapi setidaknya mereka tidak sampai sebegininya sebelum dia kecelakaan.
“Pak, tadi selain uang, bu Rini juga kasih beras dua kilo. Lumayan pak buat makan bubur beberapa hari” kata Sri
“Allhamdullillah.” Kata pak Krisna sambil merogoh saku celananya
“Bu, ini upahku selama seminggu”kata pak Krisna sambil menyodorkan gulungan kecil uang pada istrinya. Uang tersebut di terima Sri dan dihitungnya. Ada 275 ribu.