“Untuk saat ini Wulan main sama kakak Gina sama kak Nia dulu ya.” Kata Sri.
“Tapi,....”Wulan ragu sambil memandangi wajah Sri.
“Tapi, kenapa?” tanya Sri.
”Masa main gak boleh ngomong dan pelan pelan geraknya. Kemarin aja waktu Wulan batuk pelan aja. Bibir Wulan dicubit kak Gina. Sakit bu!” katanya.
Sebenarnya dia tidak tega melihat penderitaan anak-anaknya yang harus terkurung di dalam rumah sepanjang hari itu. Tetapi hal itu dia lakukan karena dia tidak memiliki uang untuk menyicil setoran kreditan yang terpaksa dia ambil untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sudah seringnya dia menunggak setoran yang membuat petugas koperasi marah-marah padanya. Ada perasaan menyesal karena sudah terlibat dengan kreditur tersebut. Tetapi jika tidak, mungkin saja mereka sudah mati kelaparan. Usaha! Sudah banyak usaha yang dia lakukan tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Dan dia akhirnya kehabisan modal untuk berjualan.
“Bu, jamurnya gak ada rasanya! Tadi pagi masih lebih enak” kata Nia berbisik.
“Makan saja,Nia. itu juga masih enak kok!”kata Gina pada adiknya sambil mengunyah rebusan jamur yang tadi pagi dimasak oleh Sri.
“Tapi kan gak enak. Masa gak ada garam sih bu?”kata Nia.
Wulan yang sedang duduk disamping pak Krisna berjalan sangat pelan menuju kearah mereka.
“Kak Nia. Dimakan aja, nanti kalau ibu sudah ada uang. Baru di goreng kriuk.” Kata Wulan sambil mengambil sepotong jamur dengan kedua jarinya.
“Iya, dek” jawab Nia.