Mohon tunggu...
Evita Yolanda
Evita Yolanda Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Memaknai Adiksi Rokok di Hari Tanpa Tembakau Sedunia

31 Mei 2018   17:01 Diperbarui: 31 Mei 2022   09:42 3862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: serenityvista.com

Pengalaman pada cerita tadi adalah contoh mekanisme koping yang maladaptif, yaitu melepas marah dengan menghisap rokok. Jika hal ini dilakukan terus menerus, maka seseorang akan mengalami habituasi dari perilaku ini dan terbukalah pintu untuk mengalami adiksi.

Adiksi dan "reward system"

Faktanya, otak kita bisa mengalami adiksi terhadap apa saja. Ada dua jenis adiksi, yaitu adiksi terhadap zat dan adiksi terhadap perilaku. Kata adiksi tak hanya bisa disandingkan dengan rokok, narkoba, judi, game, dan hal-hal lain yang senada. Adiksi juga bisa terjadi pada hal-hal senetral makan, bekerja, bahkan menulis.

Mekanisme terjadinya adiksi melibatkan jalur "reward system" di otak yang diperantarai salah satu neurotransmitter yaitu dopamin. Dopamin memberikan sensasi "feel good" pada diri kita.

Seperti cerita pada awal tulisan tadi, sang supir merasakan kelegaan setelah menghisap rokoknya. Ketika perilaku ini dilakukan berulang-ulang, rokok akan menjadi pelarian dalam situasi-situasi tidak mengenakkan dalam kesehariannya, serta menjadi sebab dari kegelisahan bila dihentikan penggunaannya.

Bila hendak memutus rantai antara rokok dan "reward system" ini, maka dibutuhkan "reward system" yang baru. Diperlukan sesuatu yang juga memberikan sensasi "feel good" pada diri seperti sebelumnya.

Itulah mengapa, pada orang-orang yang baru saja berhasil mengatasi adiksinya pada rokok, biasanya mengalami masalah baru. Contoh yang paling sering adalah nafsu makan yang meningkat.

Bagaimana dengan rokok pada remaja?

Jika ada yang berpikir remaja tidak mengalami stres seperti halnya orang dewasa, sesungguhnya ini keliru.

Remaja juga mengalami tekanan pada dirinya, pada zona yang berbeda dari orang dewasa. Mulai dari masalah pertemanan, percintaan, dan kegalauan khas anak remaja lainnya. Hingga yang baru kita dengar yaitu remaja bunuh diri karena takut tidak diterima SMA favorit.

Mental yang kurang ditempa dan lingkungan yang tidak mendukung mengakibatkan mereka bisa melakukan apa saja untuk melepaskan beban. Nihilnya kemampuan manajemen stres ini bisa terbawa hingga dewasa dan berimbas pada lahirnya pecandu-pecandu baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun