Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Babak Baru Hubungan Indonesia-Vanuatu dan Implikasinya Dalam Permasalahan Papua

15 Oktober 2014   22:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:52 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14133615021090558168

[caption id="attachment_366677" align="aligncenter" width="580" caption="SBY dengan Sato Kilman ketika masih meenjabat sebagai PM Vanuatu (Sumber : http://foto.liputan6.com)"][/caption]

Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Indonesia-Vanuatu tidak bisa dikatakan benar-benar baik. Beberapa kali Vanuatu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia terutama permasalahan Papua. Para politikus Vanuatu seringkali menggunakan isu Papua, dengan mendukung salah satu kelompok faksi politik OPM, yaitu WPNCL (West Papua National Council Liberation) untuk mendapat dukungan politik lokal. Hal ini sebenarnya diakui sendiri oleh mantan PM Vanuatu, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Vanuatu, Sato Kilman. Ia mengatakan, seperti yang dilansir oleh Vanuatu Daily Post pada 22 Mei 2012 yang antara lain menyebutkan: “Di Vanutu, masalah Papua telah dipolitisir dan digunakan oleh berbagai partai politik dan gerakan politik bukan untuk kepentingan orang Papua tetapi lebih untuk pemilu dan propaganda politik”.

Terhitung sejak PM Sato Kilman mundur, para politisi Vanuatu secara konsisten mendukung pergerakan WPNCL dalam isu Papua. Moana Carcasses Kalosil, mantan PM Vanuatu yang menggantikan Sato Kilman mendukung pemisahan diri Papua dari Indonesia. Moana, yang juga seorang keturunan Polinesia, ras minoritas di Vanuatu, menggunakan isu Papua untuk mendapatkan dukungan rakyatnya yang mayoritas satu ras dengan penduduk asli Papua, ras Melanesia. Sampai akhirnya Moana dilengserkan dan digantikan oleh PM Vanuatu saat ini, Joe Natuman. Sebagai anggota dari Partai Vanuaku Pati, Joe Natuman secara tradisional mendukung pemisahan Papua dari Indonesia. Ideologi Vanuaku Pati yang cenderung berkonsep Melanesia Socialism, yaitu penyatuan negara-negara Ras Melanisia dengan Vanuatu sebagai pemimpinnya merupakan alasan utama Joe Natuman mendukung pemisahan Papua dari Indonesia.

Hal yang menarik adalah, PM Joe Natuman menempatkan Sato Kilman sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinetnya. Hal ini menarik karena Sato Kilman, ketika menjadi Perdana Menteri Vanuatu, sangat tidak mendukng politisasi masalah Papua di negaranya. Sedangan Joe Natuman, dengan partainya Vanuaku Pati, sering menggemborkan konsep pemersatuan Ras Melanesia, dengan menggunakan isu Papua dan Kaledonia Baru. Menarik untuk melihat, kemana kebijakan pemerintahan Vanautu terkait hubungan dengan Indonesia di masa Joe Natuman ini. Dan arah kebijakan pun mulai terlihat, ketika Sato Kilman, beberapa hari lalu mengatakan bahwa pemerintah Vanuatu berencana membuka kantor Kedutaan Besar di Jakarta.

Babak Baru Hubungan Indonesia-Vanuatu

Sato Kilman diundang dalam pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) 2014 di Nusa Dua Bali, yang diadakan tanggal 10-11 Oktober 2014 lalu, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Luar Negeri Vanuatu. Pertemuan tersebut adalah pertama kalinya delegasi Vanuatu diundang, selama BDF sudah berlangsung sebanyak 7 kali dan meninggalkan kesan yang mendalam bagi Sato Kilman.

Dalam pertemuan yang mengusung tema "Evolving Regional Democratic Architecture: The Challenges of Political Development, Public Participation, and Socio-Economic Progress in the 21st Century" itu, Sato Kilman menyampaikan kesannya bahwa ia terkesima dengan pertemuan ini, karena BDF berbicara mengenai masalah utama di wilayah Pasifik dan Asia serta isu global. Selain itu, para pemimipin negara yang datang membagikan pengalaman dan perkembangan demokrasi di negaranya masing-masing. Sato Kilman berpendapat bahwa negaranya, Vanuatu, akan terus mendukung forum ini karena ingin terus berkontribusi bagi keadaan sosial ekonomi di Pasifik. Di sela-sela pertemuan BDF tersebut, Sato Kilman juga mengatakan bahwa pihaknya berencana membuka kantor Kedutaan Besar Republik Vanuatu di Indonesia, untuk lebih mempererat hubungan diplomatic kedua negara. Sato mengatakan bahwa Indonesia adalah patner strategis bagi Vanuatu karena kedua negara berada pada kawasan Asia-Pasifik. Selain itu, Indonesia tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, maka pemerintah Vanuatu merasa negara itu harus terlibat dalam sejumlah kerja sama dengan Indonesia.

Keinginan Sato Kilman untuk membuka Kantor Kedutaan Besar Vanuatu di Indonesia ini, bisa jadi merupakan sinyal baik perkembangan hubungan Indonesia-Vanuatu menuju ke arah yang lebih positif, dimana kedua pihak saling menjaga kedaulatan negara masing-masing.

Implikasinya Terhadap Permasalahan Papua

Vanuatu, yang merupakan satu-satunya negara yang terang-terangan mendukung OPM, khususnya faksi politik kelompok WPNCL memiliki posisi yang sangat unik. Kondisi perpolitikan di negara ini, mempengaruhi pandangannya terhadap isu Papua. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Joe Natuman, PM Vanuatu saat ini, secara tradisional mendukung pemisahan Papua dari Indonesia karena ideologi partainya, Vanuaku Pati, yang cenderung mengusung konsep Melanesia Socialism. Pertanyaannya adalah, mengapa Joe Natuman memilih Sato Kilman sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinetnya, sedangkan Sato Kilman sangat berbeda pandangan dengannya? Hal ini sangat terkait dengan sistem perpolitikan Vanuatu yang sangat rentan.

Vanuatu adalah negara dengan sistem pemerintahan yang bersifat Demokrasi Parlementer dengan Perdana Menteri dipilih oleh mayoritaselectoral college, pemerintah Vanuatu dapat dijatuhkan bila mendapat mosi tidak percaya bila mengeluarkan kebijakan yang tidak populis di mata rakyatnya yang direpresntatifkan dalam perwakilan di Parlementer. Hal itu terjadi ketika pada pertengahan 2014 lalu, PM Vanuatu Moana Carcasses Kalosil lengser dari jabatannya setelah memimpin hanya selama 13 bulan. Sebagai seorang pemimpin yang berasal dari minoritas (Polinesia) dibandingkan mayoritas rakyat Vanuatu yang keturunan Malenesia, Moana telah melakukan banyak hal untuk memikat rakyatnya dalam usaha untuk melanggengkan kekuasaannya, salah satunya adalah dengan menggunakan isu Papua sebagai salah satu kebijakan luar negerinya. Setelah dilengserkan, dan digantikan oleh Joe Natuman sebagai Perdana Menteri, Moana Carcasses mengorganisir kelompok oposisi terhadap pemerintahan Joe Natuman. Beberapa minggu lalu, atau sekitar hanya 2 bulan setelah pemerintahan Joe Natuman, Moana Caracasses menghimpun suara untuk menggulingkan Joe Natuman. Usaha tersebut gagal, karena Moana yang sebelumnya mengklaim sudah mendapat 29 suara dari 52 anggota parlemen ternyata hanya mendapat 21 suara.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa keberhasilan pemerintah Vanuatu menghindari pelengseran oleh parlemen lewat mosi tidak percaya, sedikit banyak dipengaruhi oleh pengaruh pemerintah Vanuatu terhadap anggota parlemen. Saya melihat, keberhasilan kabinet Joe Natuman menghindari upaya pelengseran dari parlemen sedikit banyak dipengaruhi keberadaan Sato Kilman dalam kabinet mereka. Pengaruh Sato Kilman terhadap parlemen Vanuatu terlihat ketika masa Sato Kilman menjadi PM Vanuatu. Ia berhasil mempertahankan pemerintahannya dari upaya pelengseran selama 2 tahun. Besar kecilnya pengaruh Sato Kilman dalam kabinet yang dipimpin oleh Joe Natuman saat ini akan terlihat pada komitmen Pemerintah Vanuatu kepada Indonesia terkait permasalahan Papua. Rencana pertemuan 3 kelompok dari faksi politik OPM, yaitu WPNCL, KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dan NRFPB (Negara Republik Federal Papua Barat) yang disponsori oleh pemerintah Vanuatu Desember nanti bisa menjadi tolak ukur komitmen pemerintah Vanuatu untuk menjalin hubungan baik dengan Indonesia seperti yang dikatakan Sato Kilman. Bila pemerintah Vanuatu tetap mengadakan pertemuan tersebut, maka komitmen pemerintah Vanuatu tidak layak untuk dipercaya.

Papuaku

Saya melihat tanah tempat kelahiran saya ini, Papua, sebagai seorang gadis yang begitu cantik. Banyak laki-laki berlomba untuk mendekatinya, bukan karena cinta, bukan karena peduli, tapi hanya karena ingin dianggap gagah karena sudah menggandeng seorang gadis cantik. Laki-laki ini, tidak pernah melakukan apapun untuk sang gadis, hanya berteriak dan membual kalau mereka peduli terhadap sang gadis. Walaupun dengan pengaruh Sato Kilman, tidak ada jaminan bahwa pemerintah Vanuatu tidak lagi menggunakan isu Papua dalam perpolitikannya. Apapun itu, Papua harus terus maju, pemerintah Indonesia harus terus berusaha memajukan Papua, dengan atau tanpa dukungan pemerintah Vanuatu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun