Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Gendis Sugar", Janji yang Tak Ditepati

9 Maret 2019   07:44 Diperbarui: 9 Maret 2019   07:52 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


Sugar, aku tak pernah melihat mas Bayu semarah saat itu. Dia merobek semua surat -- suratmu yang kau kirimkan padaku. Dia memintaku tak mengirimimu surat lagi. Dia memintaku tak berhubungan lagi denganmu. Apa kau tahu bahwa sebenarnya orang tuaku tak menjual rumah di kaki gunung itu pada orang tuamu? Mereka hanya meminjam uang dari om Riko, ayah kandungmu melalui om Pramana. Mas Bayu bilang selama mama dan papaku di luar negeri mereka selalu rutin mengangsur pinjaman mereka dan mentransfernya langsung ke rekening papamu, Papa Riko.


Itu adalah surat terakhir yang dikirimkan Gendis padanya dan Sugara tak pernah lagi membalasnya. Tak perlu waktu lama bagi Sugara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi saat Sugara menyimak perdebatan yang kesekian kali antara papa Endriko dan bapaknya Pramana satu hari di ruang tengah di rumah kaki gunung. 

Sugara melihat dari lubang pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang tengah. Pramana mencengkeram krah baju abangnya. Jika istrinya Halimah tak memegangi bahunya, pasti sudah dihempaskannya tubuh saudaranya itu.


"Kau pencuri tak tahu diri!" katanya dengan suara yang melemah setelah berdebat lebih dari satu jam dengan satu -- satunya saudara kandungnya itu. Mereka berdebat tentang rumah di kaki gunung milik keluarga mendiang Yahya sahabat yang telah mereka berdua kenal sejak kecil. 

Sudah sejak mendengar kabar meninggalnya Yahya dan istrinya serta salah satu putrinya dalam kecelakaan pesawat, Pramana ingin mengembalikan hak milik tanah dan rumah itu pada ahli warisnya.


Apalagi selama Yahya dan istrinya tinggal di luar negeri setiap bulan mereka selalu mentransfer uang untuk melunasi pinjamannya. Pramana ingin menganggapnya lunas namun belum juga dia dapat menemukan Bayu dan Gendis, abangnya Endriko telah menjualnya pada proyek pembangunan hotel yang dibangun di dekat tanah milik keluarga Yahya. 

Pramana juga tak mengerti bagaimana surat hak milik itu ada di tangan Endriko, abangnya. Pramana menduga abangnya itu mengambil surat itu begitu saja dari lemari penyimpanannya sebab dia merasa dana yang dulu dipinjamkan pada keluarga Yahya sebagian adalah miliknya.


"Sudahlah, Pram. Aku sudah bertahun -- tahun bersabar tentang masalah ini, tapi sekarang tidak lagi. Aku sedang  sangat butuh uang untuk pengobatan penyakit Eveline.  Beberapa tender yang harusnya kami menangkan direbut pesaing kami. Aku sudah hampir bangkrut." kata Endriko berusaha membuat adiknya mengerti kesulitannya.


"Tapi tempat itu bukan milik kita."


"Lalu milik siapa? Kita mengeluarkan uang sangat banyak untuk membantu Yahya."


"Uang yang sudah dia kembalikan.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun