Saat membaca posting salah seorang staf Museum Macan tentang rusaknya beberapa bagian karya seni Yayoi Kusama di pameran bertajuk Life is the Heart of the Rainbow, Â mungkin hal tersebut terkesan kecil bagi beberapa orang. Bahkan barangkali ada juga yang berpikir, "Ah, cuma segitu aja, kok." Namun kenyataannya tidak sesederhana itu karena kualitas pengamanan barang seni memiliki dampak terhadap kepercayaan dan image dunia internasional terhadap apresiasi seni masyarakat Indonesia.Â
Hampir semua yang dipamerkan dalam suatu pergelaran merupakan seni murni atau hanya bisa dilihat dan dikagumi, sehingga sudah sepatutnya pengunjung yang datang perlu lebih berhati-hati. Saat ini kontributor tertinggi terhadap rusaknya karya seni bisa dikatakan pengunjung yang ingin mengabadikan momen dengan berfoto dan mengabaikan etiket yang harus dipatuhi saat berkunjung ke museum.
Saya teringat 2 tahun yang lalu, saya membawa rombongan siswa berkunjung ke Singapura untuk belajar sambil berwisata. Tentu salah satu kegiatan edukasinya adalah berkunjung ke perpustakaan dan museum. Lalu travel agent kami mengirimkan email berupa museum and library etiquette. Dia berpesan agar para siswa diedukasi terlebih dahulu supaya mereka paham do and don'ts saat berada di tempat tersebut. Beberapa etiket yang tertera sebenarnya sangat simple, diantaranya:
- Dilarang makan dan minum di galeri
- Dilarang menyentuh objek di galeri
- Dilarang beristirahat di panel display dan bersandar di dinding museum
- Dilarang menggunakan flash saat mengampil foto
- Dilarang menggunakan selfie stick di galeri
Di beberapa tempat ada juga yang menambahkan tidak boleh berisik dan anak dengan batas umur tertentu belum boleh memasuki beberapa bagian galeri. Kalau dipikir-pikir, peraturan tersebut tidak berlebihan mengingat barang-barang yang dipamerkan bahkan tidak bisa dinilai dengan uang. Bayangkan jika pengunjung mengabaikan aturan dan menyebabkan kerugian materil yang tak tergantikan, tentu sangat disayangkan. Etiquette is a serious matter.