Mohon tunggu...
Eva Sinaga
Eva Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Singgahlah dan Berbenah

Penulis Fiksi dan Non Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Kota Ini Sehabis Hujan

16 Februari 2023   09:29 Diperbarui: 16 Februari 2023   16:33 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di kota ini sehabis hujan
Desember yang lalu
Di kota ini dalam ruangan
Berpenyejuk udara
Kau dan wangimu bersanding dengan
Riuh angin di luar
(Dere-Kota)
 
Sore ini langit seolah tak bersahabat, gelap mulai menyapa bersama tiupan angin. Aku berjalan menuju pintu yang saling bersautan, kutatap mendung yang mulai menitikkan air mata. Sesekali cahaya langit menampakkan kemarahannya, aku terkejut lalu masuk sambil menutup pintu rapat-rapat. Aku melihat arloji di tangan, sudah pukul empat sore, tetapi dia belum juga kembali, bisikku dalam hati.

Ruangan semakin terasa dingin, "Hufh, dingin banget," dia datang sambil membersihkan sisa air hujan di kepala dan membersihkan sepatunya pada serabut kelapa yang bertuliskan selamat datang.

"Ujan-ujanan, ya?" dia hanya mengangguk pelan sambil melempar senyum tipis di ujung bibirnya kemudian berlalu meninggalkanku. Seketika kutersadar dan mencari remote AC mengubah suhunya agar tidak terlalu dingin, kulihat dia kembali sembari membawa secangkir kopi hitam panas seperti obat pemanas untuk tubuhnya.

Aku kembali berkutat dengan benda persegi panjang yang berisikan huruf, angka dan simbol-simbol sambil sesekali kucuri pandang kearahnya, sikapku semakin tidak karuan ketika pandangan kita beradu tatap hingga kutumpahkan wajah ini ke bumi.

"Hai, sibuk?" tanyanya santai sambil duduk disampingku membuat sedikit gemetar.

Baca juga: Review Novel

"Eh, hmmm, enggak ko. Ada yang bisa aku bantu?" jawabku sambil terbata-bata mencari arah pandang yang tiba-tiba hilang, membetulkan posisi duduk agar tetap terlihat simetris. Wangi aroma tubuhnya masih saja liar di indera penciumanku.

"Aku butuh dokumen ini," sambil sedikit mendekat menunjukkan sebuah gambar dari ponselnya. Aku terdiam terpaku dengan degup jantung semakin berpacu.

"Ah, maaf. Baiklah akan kubantu," kembali aku menatap layar monitor sambil memainkan jari-jari di atas keyboard. Sekali, dua kali kata kunci yang kucari salah. Namun, dia masih saja menatap monitor yang sama. Sepertinya aku gugup, tetapi dia masih saja menungguku.

"Aku ngga bisa kalo ditungguin gini, aku grogi," ucapku sambil tetap menatap monitor.

"Owh nggak aneh, cewe-cewe suka gugup memang jika aku dekati," mataku terbelalak seketika menatap ke arahnya dan kami tertawa bersama tanpa tapi.
 
***
 
Di jalan ini menguning langit
Berkendara denganmu
Tajam mentari menembus pelan
Bening teduh matamu
Kau dan wangimu berpadu utuh
Tabungan kelak rindu
(Dere-Kota)
 
Seperti biasa cuaca mendung di kala senja, awan seperti serempak berarak siap dengan titik-titik air diturunkan, langit menghitam didampingi angin yang berlarian, udara menjadi dingin seketika. Lampu jalanan mulai berkedip-kedip menyorotkan sinarnya, halte bus mulai penuh dengan orang-orang yang berlindung dari siraman hujan, ada yang bersiap-siap mengenakan jas hujan, berusaha menelepon mobil online, bahkan ada yang berusaha mencari kantong kresek hanya untuk melindungi kepalanya.

Berbeda denganku, aku masih menikmati hujan sambil duduk memainkan ponsel mendengarkan siaran radio kesayanganku, melihat satu persatu lalu lalang orang yang berpacu dengan waktu diiringi suara klakson mobil saling bersautan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun