Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Jadi Panutan Dunia

19 November 2022   09:07 Diperbarui: 19 November 2022   09:12 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pemimpin Malaysia pernah berkata : Mengelola negara seperti Indonesia tidaklah mudah. Perlu ketepatan berfikir dalam mengelola bangs aitu, seperti itu kuranglebih kata-katanya. Pemimpin Malaysia itu tampaknya paham bahwa, Indonesia memiliki beragam perbedaan, mulai dari etnis, keyakinan (agama), bahasa lokal, geografi sampai warna kulit. Tidak mudah mengelola negara dengan berbagai etnis. Apalagi penduduk Indonesia berjumlah 261 juta jiwa. Nyata memang tak mudah mengelola sikap dan keinginan dari 261  juta pendudukannya.

Beberapa ahli antropologi dan sosiologi di Eropa mengatakan bahwa Indonesia adalah laboratorium budaya (termasuk etnis) terbesar di dunia. Banyak sekali etnis dan perpaduannya hidup dan harmoni di Indonesia. Banyak juga bahasa lokal dan bahasa pendatang (misalnya Portugis) yang berbaur dengan bahasa Melayu sehingga menghasilkan bahasa Indonesia unik dan mudah untuk dipelajari.

Seorang antropolog Indonesia berkebangsaan Perancis dan sudah puluhan tahun menetap di Bali juga mengatakan hal senada. Antropolog itu bernama Jean Couteau yang mengataka bahwa cara mengelola kompleksitas keindonesiaan cukup baik dan berhasil. Apalagi negara ini sudah lepas dari kekuasaan otoriter dan era demokrasi sudah dilampaui sejak 30 tahun lalu.

Hal-hal yang saya kemukakan di atas sangat bisa membuat Indonesia menjadi panutan sebagai negara demokrasi yang piawai mengelola keberagamannya. Sedikit sekali negara dengan kualifikasi demikian di dunia. Malah Couteau menambahkan bahwa seharusnya pemerintah Indonesia lebih berani memperlihatkan jati diri dan berperan di level global agar dunia bisa mengambil nilai-nilai baiknya. Seperti peran di G 20 ini, Indonesia berperan besar dalam mendorong kebangkitan ekonomi setelah pandemi Covid 19. "Seharusnya Indonesia bisa menjadi panutan dunia" kata Couteau.

Hanya saja kita juga mengharapkan warga Indonesia memahami sosok negaranya sendiri di mata global. Kelemahan warga kita memang sering mengerdilkan usaha-usaha dan kondisi yang menurut warga global merupakan prestasi. Menalola ratusan bahkan ribuan perbedaan bukan perkara mudah, dan pemimpin dan banyak ahli menghargai Upaya Indonesia. Tapi warga kita sendiri menyepelekannya bahkan merusaknya.

"Noda-noda" yang pernah dilakukan itu antara lain pengeboman yang dilakukan sejak bom Bali 1 2, dan beberapa bom dan penyerangan lainnya. Yang paling dahsyat terakhir terjadi adalah pengeboman tiga gereja secara serentak dan pelakunya adalah sebuah keluarga adalah noda-noda yang menandakan kita tak menghargai nilai plus yang kita capai.

Mari kita lebih menghargai diri kita sendiri. Apa yang telah dilakukan bersama, sejarah, dan upaya para pemimpin kita yang berusaha membuat kita lebih maju dan sejahtera. Jangan sampai memberi noda para upaya dan prestasi itu. Ingat kita kita jadi panutan dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun