Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkomitmen Mencegah Bibit Radikalisme Sejak Dini

5 Mei 2018   07:57 Diperbarui: 5 Mei 2018   08:03 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Bibit Teror - okezone.com

Ada anggapan mencegah lebih baik dibanding mengobati. Mencegah terjadinya penyakit, jauh lebih bermanfaat, dibandingkan bertindak setelah terkena penyakit. Hal yang sama juga berlaku dalam pencegahan bibit intoleransi, radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat yang majemuk ini. Mencegah terjadinya penyebaran bibit radikalisme tentu jauh lebih baik, dari pada kita bertindak setelah terjadinya bom bunuh diri.

Praktek semacam ini marak terjadi di Indonesia beberapa tahun lalu. Namun bibit radikalisme bukan berarti hilang. Karena bibit ini berkaitan dengan ideologi, yang butuh proses lama untuk menghilangkannya. Butuh komitmen semua pihak, untuk bersama-sama mencegah penyebaran paham radikalisme ini dikalangan muda. Karena perkembangan internet dan informasi saat ini, telah membuat sebagian anak muda kehilangan identitasnya. Tidak sedikit anak muda yang pragmatis, menelan mentah-mentah segala informasi yang mereka dapatkan. Generasi muda yang seperti inilah, yang perlu mendapat pertolongan agar tidak terjerumus dalam lubang intoleransi dan radikalisme.

Jika hal ini dibiarkan, tentu akan semakin banyak generasi yang terpapar radikalisme. Mereka akan meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa. Toleransi mulai terkikis oleh intoleransi. Keramahan mulai terkikis oleh amarah yang membabi buta. Mereka selalu merasa dirinya paling benar, dan merasa orang lain selalu berada di pihak yang salah jika tak sepaham dengannya. Hal semacam ini merupakan bibit radikalisme yang bisa mendepatkan diri pada terorisme.

Kenapa pencegahan penting? Karena pemerintah sudah melaksanakan tugasnya di sektor penindakan. Aparat keaman melakuan pedekatan hard power untuk melakukan penindakan. Namun, cara-cara ini ternyata tetap saja tidak menyurutkan seseorang untuk memilih radikal dan menjadi teroris. Untuk itulah perlunya tindakan pencegahan dengan cara yang lebih soft. Dan pendekatan yang soft terbukti bisa membuat para mantan napi teroris meninggalkan jalan teror.

Begitu juga dengan orang-orang yang belum melakukan tindakan teror tapi sudah terpapar dengan radikalisme?Akan bisa meninggalkan  bibit radikal, jika kita berikan pesan-pesan damai yang merupakan warisan dari para leluhur. Nilai toleransi terbukti mampu merekatkan semua keberagaman yang ada. Ingat, Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Setiap suku mempunyai budaya yang berbeda-beda. Bahkan, agama yang diakui oleh negara ini juga lebih dari satu meski mayoritas penduduknya beragama Islam. Jika negara sudah menjunjung tinggi keberagaman, semestinya penduduknya juga turut menjunjung tinggi keberagaman.

Yang perlu diwaspadai saat ini adalah, informasi yang berisi propaganda radikalisme di dunia maya. Apalagi internet dan media sosial saat ini mendapatkan tempat yang sangat penting bagi generasi muda. Jika anak-muda muda tidak mempunya fondasi yang kuat, maka akan semakin banyak anak muda yang menjadi korban provokasi radikalisme. Dan kalau ini yang terjadi, maka nilai-nilai luhur budaya bangsa pelan-pelan akan terus terkikis. Untuk itulah, perlu peran semua pihak untuk terus melakukan pencegahan bibit radikal dengan cara apapun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun