Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kebebasan Berpendapat di Dunia Maya dan SARA

30 Januari 2018   21:05 Diperbarui: 30 Januari 2018   21:16 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kita tahu bersama bahwa Indonesia adalah lima besar dalam penggunaan internet. Urutannya adalah China, Amerika Serikat, India, Brazil dan Jepang, diikuti oleh Indonesia. Berdasar data BPS, jumlah  penduduk Indonesia adalah 252,4 juta orang.

Pada tahun 2013 penetrasi pengguna internet mencapai 28% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2015, jumlah itu meningkat dan mencapai 85% dari seluruh penduduk yang menggunakan gadget aktif.

Seiring perkembangan penggunaan gadget yang melesat dengan cepat tersebut, data menunjukkan bahwa mulai banyak ujaran yang berbau Suku Agama Ras dan Antar Golongan. Itu menimbulkan konflik. Fenomena itu memang lebih banyak muncul di Twitter dan Facebook dibanding Path dan beberapa platform lain.

Golongan (SARA) yang muncul di media sosial. Beberapa diantaranya berujung di laporan kepolisian. Contoh nyata kasus ini adalah twitter Farhat Abbas yang menghina Ahok di Twitter. Ujarannya menyinggung Ahok sebagai etnis tertentu. Beberapa tokoh Betawi ikut melaporkan Ahok ke polisi.

Kasus yang lain adalah penghinaan menyangkut suku tertentu oleh seorang wanita di akun media social Path. Ujaran penghinaan itu berlangsung di SPBU Lempuyangan Yogyakarta ketika dia dituduh tak mau antre. Ujaran penghinaan itu berujung pada sanksi penjara bagi wanita tersebut.

Selain di atas, ada beberapa contoh lagi, ujaran yang menyiratkan kebencian seseorang kepada golongan lain, agama lain dan suku lainnya. Tidak hanya satu agama tertentu terhadap satu agama tertentu, tapi agama lain dengan satu agama lain juga. Beberapa contoh itu juga  berakhir pada pelanggaran UU ITE.

Kebanyakan dari kasus-kasus bermuatan SARA tersebut adalah ekspresi atau luapan emosi atas hal yang dialaminya. Hanya saja ekspresi tersebut mengakibatkan kerugian bagi dirinya. Sangsi moral dari masyarakat juga harus ditanggung. Bagaimanapun juga media social merupakan representasi dari dunia nyata. .

Karena itu, memang lebih baik jika masing-masing dari kita untuk tetap berjalan atau berujar dalam koridor kesantunan masyarakat Indonesia. Terlebih lagi kita harus sadar bahwa kita dilahirkan dalam koridor keberagaman. 

Kita memang dinegara demokrasi dimana kebebasan berpendapat dihargai, tapi dalam koridor-koridor etika dan norma-norma di masyarakat. Tak ada kebebasan yang benar-benar bebas, karena banyak hal harus dijaga agar tidak melukai hati golongan lain atau agama lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun