Menarik membaca penggalan tulisan dari Riezcy Cecilia Dewi, Juru Kampanye Satya Bumi (Opini : Orangutan Tapanuli di Ambang Kepunahan, https://mongabay.co.id, 19 Agustus 2025) "Kita hidup di zaman ketika punahnya satu spesies bukan lagi karena bencana alam, tetapi oleh ambisi dan kelalaian manusia. Orangutan Tapanuli, kera besar yang hanya hidup di satu titik kecil di dunia, di Sumatera Utara, Indonesia, kini berdiri di tepi jurang kepunahan. Pertanyaannya bukan lagi "siapa yang harus diselamatkan ?" tetapi "mengapa kita terus menciptakan kehilangan?".
    Pesan yang menohok ini, tentunya menjadi bahan refleksi dalam menyikapi perkembangan penyelamatan dan pelestarian satwa liar dilindungi, khususnya orangutan yang merupakan salah satu spesies kunci, yang memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Hilangnya satu spesies kunci dapat memicu efek berantai berupa terganggunya struktur komunitas, menurunkan keanekaragaman hayati, bahkan memicu keruntuhan ekosistem secara keseluruhan. Fenomena ini dikenal juga sebagai trophic cascade.
    Sejujurnya, kita dan orangutan sama-sama penting. Ya, sama-sama penting karena memiliki peran yang tidak sedikit. Peduli kepada nasib orangutan berarti pula peduli kepada ragam satwa lainnya. Mengingat peran penting orangutan tidak sedikit bagi keberlanjutan nafas sebagian besar makhluk yang lainnya pula. Kita pun yang katanya sebagai makhluk yang paling sempurna setidaknya sama-sama penting pula untuk berperan memiliki rasa kepedulian kepada nasib satwa dilindungi terlebih orangutan (Mengapa Kita Penting Merayakan Hari Orangutan Sedunia ? https://www.kompasiana.com,  15 Agustus 2025).
    Julukan orangutan sebagai si petani hutan pun tentu sangat patut kita syukuri, karena perannya itu tanam tumbuh, pepohonan masih boleh beregenerasi (hutan masih bisa tumbuh baik dan berdiri kokoh) melalui buah-buahan dan biji-bijian yang mereka makan (seed disperser) dan tentu ini tidak sedikit memiliki manfaat bagi makhluk lainnya, termasuk kita.
    Dengan kata lain, orangutan merupakan pembangun hutan, penjaga keseimbangan dan kesinambungan kehidupan di dalam hutan. Ada hutan maka ada orangutan. Rimbunnya tajuk-tajuk pepohonan (hutan) pun menjadi dasar nafas kehidupan boleh berlanjut (ada orangutan, ada hutan. Ada hutan, ada kehidupan).
    Fakta yang tidak bisa dipungkiri, bahwa orangutan sedang menghadapi ancaman. Daftar Merah IUCN menempatkan tiga spesies orangutan yaitu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) berstatus kritis (Critically Endangered).
    Acap kali didengar bahwa ancaman terbesar kehidupan orangutan adalah kehilangan habitat akibat deforestasi massif. Pembukaan hutan untuk perkebunan sawit, pertambangan, dan kegiatan illegal lainnya telah menyusutkan rumah mereka. Konflik antara manusia dan orangutan, hingga perdagangan satwa liar ilegal, yaitu anak orangutan diambil dari induknya yang dibunuh,  masih terjadi (Melindungi Sang "Arsitek Hutan" di Hari Orangutan Sedunia,  Christopel Paino, https://mongabay.co.id, 19 Agustus 2025).
    Meskipun satwa liar ini telah ditetapkan sebagai salah satu jenis yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, namun realitanya belum memberi garansi (jaminan) terhadap nasib dan kehidupannya yang sampai saat ini masih belum aman serta terus mendapat ancaman dan tekanan.
    Yayasan Inisiasi Alam Rehablitasi Indonesia (YIARI) mencatat, orangutan tersebar di Sumatera dan Kalimantan, dengan perkiraan 50.000-55.000 individu di Kalimantan. Sekitar 14.000 individu hidup di Sumatera, dan 800 individu di Tapanuli, spesies orangutan terbaru yang dideskripsikan pada 2017.
    "Jumlah ini jauh menurun dibandingkan beberapa dekade lalu karena kehilangan habitat dan konflik dengan manusia," ungkap Direktur Operasional YIARI, Argitoe Ranting, Selasa, 19/8/2025, (Hari Orangutan Sedunia, Populasinya Yang Kian Mengkhawatirkan, Zintan Prihatini, Yunanto Wiji Utomo, https://lestari.kompas.com, 19 Agustus 2025).