Mohon tunggu...
Joseph Evan Desrin
Joseph Evan Desrin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Dari Bekasi ke Merto untuk Dunia

Baca, Nulis, Upload

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih Dekat: Seminari Mertoyudan

9 Mei 2022   12:05 Diperbarui: 9 Mei 2022   12:11 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seminari Menengah Mertoyudan merupakan Seminari pertama yang berdiri di Indonesia atau yang kala itu Hindia Belanda. Seminari ini menjadi pelopor pendidikan calon imam, baik di tanah Jawa dan di Indonesia. Namun, bukan hanya imam berkualitas saja yang menjadi alumnus Seminari. Tapi juga awam yang berkualitas dihasilkannya, contohnya saja Jakob Oetama yang mendirikan Kompas juga pernah mengenyam pendidikan di Seminari.

Sejarah Singkat Seminari

Berawal dari dua pemuda Jawa lulusan Kweekschool, Muntilan yang menghadap Rm. Van Lith, SJ untuk menjadi Imam, proses perizinan ke Tahta Suci pun mulai diurus dan  surat perizinan tersebut keluar pada tanggal 30 Mei 1912,. 

Mulanya mereka yang berkeinginan menjadi Imam dikirim ke Belanda untuk bersekolah disana. Tapi, setelah ada beberapa calon imam yang terganggu kesehatannya bahkan meninggal. Diputuskan pendidikan akan dilaksanakan di Tanah Jawa. Pada masa ini Seminari berada di Yogjakarta, namun karena alasan kapasitas yang mulai kurang memadai, Seminari ini dipindah ke Mertoyudan Magelang.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Seminari ini dijadikan sekolah pertanian Nogako. Akibatnya, semua seminaris dan proses pendidikan calon imam diserahkan ke Paroki-Paroki di sekitaran Keuskupan Agung Semarang atau lazimnya disebut Seminary in Diaspora. 

Ada sebuah cerita yang turun-menurun di Seminari bahwa pada salah satu pojok di Seminari ini pernah menjadi tempat pembantaian, tapi cerita tersebut tidak pernah terbukti kebenarannya. 

Pasca Kemerdekaan Indonesia, Seminari sempat dipakai sebagai sekolah kepolisian dari tahun 1946 hingga 1948. Setelahnya keadaan tidak juga tenang. Agresi militer Belanda yang kedua dan terbunuhnya Rm. Sandjaja dan Fr. Bouwens oleh laskar Hisbullah ikut mewarnai perjalanan Seminari.

Setelah situasi berangsur-angsur membaik dan kondusif, dimulai masa pembangunan Seminari mulai dari bangunan masing-masing medan, perpustakaan, Rumah Musik (RuMus), dan lain sebagainya.

Pada tahun 2020 kejadian pahit kembali mendatangi seminari. Virus Corona merebak dan mengharuskan Seminary in Diaspora  kembali. Tantangan formatio Jarah Jauh (FJJ) ini sedikit lebih dipermudah dengan adanya tekonologi komunikasi saat ini. Tapi tetap saja rasanya ada yang kurang dalam menjalani FJJ ini. 

Beruntungnya, setelah pandemi Virus Corona sedikit mereda pada pertengahan 2021, Seminari langsung memanfaatkan hal ini untuk mengumpulkan kembali domba-domba yang terpencar. Hal ini dimulai dari Medan Madya yang datang pertama kali diikuti Medan Utama lalu Medan Tamtama dan yang terakhir Medan Pratama yang masih pada Desember 2021. 

Saat ini Seminari Menengah Mertoyudan akan memasuki usia 110 tahun. Bukan usia yang muda lagi jika Seminari adalah manusia. Namun, Seminari ini seakan tidak kehilangan keperkasaannya dalam menciptakan pribadi yang berkualitas, baik untuk masa depan Gereja, dan Bangsa Indonesia. 

Semoga kualitas tadi bukannya semakin menurun karena zaman, tapi terus bertahan dan semakin baik dalam menciptakan pribadi-pribadi penerus Gereja dan Negara. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun