Mohon tunggu...
Etis Nehe
Etis Nehe Mohon Tunggu... -

Memperhatikan, Merasakan, Memikirkan, Merenungkan, Menuliskan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teror/is/Me

16 Januari 2016   13:12 Diperbarui: 10 Mei 2018   23:33 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Itu menyadarkan saya bahwa dunia yang saya hidupi adalah dunia yang tingkat kemampuannya memproduksi kejahatan terus meningkat. Tak sekadar kejahatan biasa, yang bisa ‘dicerna’ dengan mudah.

Itu juga yang menyadarkan saya bahwa ada hal yang salah dalam cara orang melihat kehidupan. Dan bahwa cara yang menghancurkan kehidupan itu tidak boleh terus dibiarkan. Bahwa kampanye menjaga kemaslahatan hidup harus terus disuarakan sebagai jawaban bagi mereka para perusak kehidupan.

Itu yang saya sadari dan ingin beritahukan kepada anak-anak saya sejak dini. Sekaligus mempersiapkan mereka bagaimana mereka harusnya melihat dan merespons kehidupan sedemikian rupa ini.

Bahwa mereka hidup di dunia yang tak cuma ditinggali orang-orang baik dan polos seperti mereka, tetapi juga oleh para para perusak. Orang-orang yang berpikir pendek dan tidak bisa menghargai kehidupan. Orang-orang yang gampang gelap mata, yang hanya memikirkan diri sendiri. Orang-orang yang dikelabui tawaran surga khalayannya sendiri dan pemenuhan nafsu sendiri. Orang-orang yang ingin mencapai kebaikan dengan melakukan kerusakan pada kemanusiaan.

Dunia yang juga diisi oleh mereka yang disebut teroris dan menyebut diri mereka utusan Tuhan, entah apapun agama yang ditumpangi dan ideologi yang menggerakkan mereka. Orang-orang yang tidak hanya suka ancam sana-sini, tapi juga yang menjadikan diri mereka sebagai senjata teror dan teror itu sendiri. Mereka menyediakan tubuh mereka sebagai senjata kematian.

Orang-orang yang mengaku ber-Tuhan, namun dengan karakteristik yang menyeramkan, pencabut nyawa, tak berperi kebaikan, suka perang, tidak beradab dan perlu pembelaan manusia-manusia picik. Tuhan yang sejatinya hanya menurut tafsiran mereka sendiri seperti itu tabiatnya. Tuhan yang mereka ciptakan sendiri guna memuaskan hasrat dan naluri membunuh mereka.

Tuhan yang sejati itu sendiri, sebagaimana diyakini hampir semua manusia di dunia ini, entah apapun agamanya, sejatinya tidaklah demikian. Tuhan mereka adalah tuhan yang berbeda dengan yang diyakini oleh hampir semua kaum yang beragama dan beradab di jagad dan di Indonesia ini, yang memperjuangkan kemaslahatan dengan cara-cara yang beradab. Kabar baiknya, sejauh ini, Indonesia masih dipenuhi oleh kaum beragama dan beradab seperti itu.

Sejatinya, kalau Dia Tuhan yang benar, maka Dia bukanlah Tuhan yang sadis seperti diyakini para teroris itu. Tetapi, Tuhan yang [sifat] asasinya adalah kebenaran, kebaikan, kemurahan hati, dan menyediakan tuntunan bagi orang-orang sesat untuk kembali kepada-Nya dalam cara-cara damai, bukan dengan kekerasan. Tuhan yang menarik hati manusia untuk kembali kepada-Nya karena kemurahan hati dan belas kasih-Nya, bukan dengan kekerasan dan kebengisan.

***

Beberapa saat setelah kejadian itu, Presiden Jokowi yang sedang berada di Cirebon, Jawa Barat memberikan pernyataan. Mengutuk keras tindakan bar-bar di siang hari di pusat bisnis di jantung Jakarta tersebut. Jokowi menjanjikan mengejar para pelaku dalam peristiwa maupun jaringannya.

Tak cuma itu, Jokowi juga mengingatkan bahwa negara, bangsa dan rakyat Indonesia tidak boleh takut, tidak boleh kalah oleh teror.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun