Dinginnya hawa lereng gunung Semeru dipagi hari terasa menusuk tubuh, bau kabut pun ikut meramaikan suasana pagi hari di Desa Krajan yang terletak di sisi utara Gunung Semeru. Suasana yang membuat insan manusia untuk menarik selimut tuk tidur pulas.
Namun tidak demikian dengan Cak Mat si penjual cilok keliling yang berasal dari kota Seberang, dia sering mangkal di sebuah sekolah dasar negeri di desa tersebut. Cak Mat penjual cilok dengan segudang ilmu yang ia miliki, pemuda lulusan pondok pesantren yang memperjuangkan hidupnya bersama sang istri dengan berjualan cilok keliling di Desa Krajan sedangkan sang istri berjualan makanan ringan di sekolah dasar negeri di desa tersebut.
Perjalanan nasib hidup yang mengantarkan kehidupan Cak Mat di desa itu.
Cak Mat adalah sosok yang diidolakan anak-anak karena selain dia si penjual cilok yang ramah, dia juga sering mengajari anak-anak ketika istirahat sambil berjualan cilok saat mereka ada yang tidak bisa. Dan sejak Cak Mat tinggal di sana surau menjadi ramai lagi oleh suara lantuan ayat-ayat Allah, setelah sekian lama sepi sejak Ustad Amir meninggal dunia.
“ Bu hari ini kita buat ciloknya satu resep saja ya bu,” kata Cak Mat kepada istrinya.
“ Biasanya kita membuat tiga resep pak! Kok, sekarang hanya satu resep, kenapa pak?” tanya istrinya terheran-heran.
“Bapak sakit ?” tanyanya lagi.
“ Tidak bu, kemaren aku dengar dari Pak Guru hari ini akan ada rapat di kecamatan, jadi anak-anak pulang cepat, sayangkan nanti kalau tidak habis, sabar ya bu mugkin rezeki kita hari ini hanya satu resep InsyaAllah besok Allah akan menggantinya,” kata Cak Mat kepada istrinya.
Di Desa Krajan memang hanya ada satu sekolah dasar negeri, dengan seorang guru pengajar dan seorang kepala sekolah. Yang terkadang jika ada kegiatan rapat yang mengharuskan pak guru harus hadir, mereka harus memulangkan anak-anak karena tak ada yang mengajar mereka.Tapi anak-anak negeri tak menghiraukan semua keterbatasan itu, mereka pergi ke sekolah dengan riangnya. Keinginan bertemu kawan, ingin bertemu bapak guru dan apapun tujuan mereka pergi ke sekolah yang tampak hanyalah keceriaan mereka menuju gedung sederhana di ujung selatan desa. Jalan yang jauh dan terjal tak dihiraukan oleh mereka, senda gurauan meringankan langkah kaki mereka menuju gedung impian wujudkan cita.
Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 kelas akan segera dimulai, namun Pak Guru belum datang, Bapak Kepala Sekolah pun demikian, keadaan tersebut sangat menguntungkan bagi Cak Mat dan istrinya karena hanya mereka berdua yang berjualan di sekolah tersebut. Tapi hal tersebut tak ada di hatinya,ia bahkan merasa terasa teriris hatinya jika anak negeri harus terlantarkan pendidikannya. Segera ditutupnya gerobak ciloknya.
“ Cak Mat beli ciloknya seribu,” suara anak-anak masih berebut untuk membeli cilok.