Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Menulis gaya hidup dan humaniora dengan topik favorit; buku, literasi, seputar neurosains dan pelatihan kognitif, serta parenting.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kesalehan Superfisial

17 Mei 2020   22:58 Diperbarui: 17 Mei 2020   23:07 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi:  (inspiradata.com) 

Saya adalah seorang pengulas buku di Youtube. Buku yang saya ulas itu beraneka ragam topik dan genre nya. Para menonton video saya biasanya adalah mereka yang menyukai membaca atau mereka yang sedang mencari tahu referensi buku tertentu. Dan begitulah tujuan saya membuat kanal buku di Youtube, yakni untuk menjadi bagian dari giat literasi di negara ini.

Tunggu sebentar, mukadimah tulisan ini memang sengaja dibuat begini, agar sesuai dengan peringatan hari ini sebagai Hari Buku Nasional.

Tapi saya tidak akan bicara soal buku. Saya ingin bicara soal komentar yang pernah saya dapat dari orang yang menonton kanal saya. Ia sepertinya bukan termasuk dalam kategori pecinta buku, juga tidak sedang mencari referensi buku. Saya sempat bertanya-tanya, mengapa ia bisa tersasar sampai ke kanal saya.

Bunyi komentarnya seperti ini :

"Rajin bangat membaca... baca Al-Quran atau tafsir aja daripada baca buku."

Setelah saya cek akun si pengomentar, ternyata yang bersangkutan juga membuat kanal Youtube khusus untuk belajar mengaji, share video viral suara merdu anak-anak yang mengaji, serta video selawatan. 

Komentar itu mengingatkan saya pada seorang teman lama yang saya temui di suatu kesempatan. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, saya dibuat takjub oleh pakaiannya yang sangat sopan, kedermawanannya membayar makanan orderan semua teman yang hadir di pertemuan itu, tidak banyaknya ia berkata-kata, bagaimana ia tidak mau menyentuh tangan teman wanita ketika bersalaman dan hanya menyedekapkan tangan di depan dadanya, serta ketika ia pamit untuk sholat sejenak di tengah asyiknya perbincangan hangat para sahabat lama. 

Melihat orang-orang seperti itu, kadang saya merasa terintimidasi. Seolah teman itu membawa cermin besar dan memaksa saya berkaca, mengintrospeksi diri, sudah cukup saleh kah diri ini? 

Di suatu hari yang lain, saya berkesempatan banyak mengobrol dengan teman tersebut. Saya semangat sekali Ingin melihat cakrawala berpikir seorang yang saya kategorikan saleh tersebut. Ingin belajar banyak darinya. 

Seperti yang saya duga, saat mengobrol, banyak sekali  ayat kitab suci yang ia angkat dalam topik, yang segera saya timpali dengan teori-teori ilmu pengetahuan yang pernah saya baca dari buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun