Bayi mungkin lebih sensitif terhadap suara ucapan bahasa asing daripada yang selama ini kita perkirakan. Nada leksikal pada bahasa ternyata dapat memengaruhi kemampuan bayi untuk mengaitkan kata-kata dengan objek. Demikian hasil sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Memory and Language. Temuan ini sekaligus  menjelaskan cara bayi mulai memahami bahasa.
Lantas apa itu nada leksikal?
Nada leksikal adalah tingkat nada khas yang dibawa oleh suku kata dari sebuah kata yang merupakan fitur penting dari makna kata itu, atau bisa juga diartikan sebagai manipulasi kontur nada kata.
Meskipun kata-kata dalam Bahasa Inggris ataupun Bahasa Indonesia tidak menggunakan kontur nada dalam kata-kata untuk menyampaikan makna, banyak bahasa seperti bahasa Mandarin China, Kanton dan Thailand yang menggunakannya. Sebagai contoh, dengan mengubah kontur nada, kata Mandarin ma bisa berarti "ibu", "kuda", "rami", atau "untuk dimarahi".
Penelitian yang dilakukan oleh Jessica Hay, seorang profesor di Universitas Tennessee, Departemen Psikologi Knoxville, dan Ryan Cannistraci, seorang mahasiswa PhD dalam psikologi eksperimental, melihat bagaimana nada leksikal dapat memengaruhi kemampuan bayi untuk mengasosiasikan kata-kata dengan benda.
Penelitian ini melibatkan subjek bayi berusia 14 bulan dengan dua objek yang dipasangkan dengan pseudoword. Bayi-bayi itu menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama mereka.
Setelah bayi terbiasa dengan hubungan antara pasangan objek-label mereka menjalani dua set percobaan. Dalam uji coba pertama, bayi diberikan benda-benda beserta label yang benar. Dalam uji coba kedua, label sengaja dibalik. Dengan mengobservasi perhatian rata-rata bayi untuk kedua jenis percobaan, para peneliti dapat mengukur apakah subjek benar-benar mempelajari asosiasi objek-label. Kita mungkin akan mengira bahwa bayi akan lebih mudah membedakan antara dua objek ketika label berbeda dalam kontur nada, tetapi ini tidak selalu terjadi.
Faktanya, para peneliti menemukan bahwa bayi-bayi itu dapat mempelajari hubungan antara suatu benda dan labelnya dengan lebih mudah ketika mereka mendengar suara dengan kontur nada tinggi, sama seperti bayi-bayi yang menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa utama.
Dalam bahasa Indonesia, peningkatan kontur nada memang sudah lazim digunakan dalam pembicaraan kepada bayi, dan juga sering digunakan untuk meminta perhatian  mereka atau menandai pertanyaan tertentu untuk mereka. Namun, para peneliti kemudian menyarankan agar dalam menstimulasi pembelajaran sebuah bahasa baru kepada para bayi, sebaiknya kita juga menggunakan kontur nada atau memainkan nada leksikal yang meninggi. Karena nada yang meninggi pada akhir kalimat-kalimat pendek yang kita ucapkan adalah justru yang paling menarik bagi mereka.Â
Sumber :
"Mapping non-native pitch contours to meaning: Perceptual and experiential factors" by Jessica F. Hay, Ryan A., Cannistraci, and Qian Zhao in Journal of Memory and Language. Published February 20 2019.