Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Menulis gaya hidup dan humaniora dengan topik favorit; buku, literasi, seputar neurosains dan pelatihan kognitif, serta parenting.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Waspadai Gejala Obsesif Kompulsif pada Anak Anda!

5 Januari 2019   19:36 Diperbarui: 5 Januari 2019   19:49 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : parenting.firstcry.com

Apakah anak anda terlihat melakukan perilaku berulang seperti memainkan rambutnya, menjatuhkan kepala ke lantai, menggerakan anggota tubuh dengan cepat atau perilaku repetitif lainnya yang mencolok? Hal tersebut wajar adanya karena termasuk dalam tahapan perkembangan anak. Namun, orangtua perlu memantau apabila perilaku ini terus menerus berkembang hingga menjadi gejala obsesif kompulsif (OCS), yang merupakan lampu merah untuk gangguan kejiwaan.

Para peneliti di Lifespan Brain Institute (LiBI) dari Rumah Sakit Anak Philadelphia dan Perelman School of Medicine di Universitas Pennsylvania baru saja mempublikasikan temuan bahwa anak-anak dan orang dewasa muda dengan OCS yang juga mengaku memiliki pikiran buruk lebih mungkin juga mengalami psikopatologi, termasuk depresi dan bunuh diri. Ini adalah studi pertama dan terbesar yang memeriksa OCS pada lebih dari 7.000 peserta berusia 11 hingga 21 tahun.

Dalam penelitian tersebut, OCS dibagi menjadi empat kategori: pikiran buruk, perilaku berulang, obsesi pada simetri atau susunan pola tertentu, dan obsesi pada kebersihan atau takut terkontaminasi penyakit. Lebih dari 20 persen remaja mengaku memiliki pikiran mengganggu yang buruk, yang mencakup ide melukai diri sendiri atau orang lain, membayangkan gambar kekerasan, atau takut bahwa seseorang akan melakukan sesuatu yang buruk tanpa sengaja. Anak-anak ini lebih cenderung mengembangkan psikopatologi serius di luar gangguan obsesif kompulsif (OCD), termasuk depresi dan bunuh diri.

Melakukan tindakan tertentu secara berulang sering terjadi pada anak-anak, dan pada kenyataannya merupakan bagian yang sehat dari tumbuh kembang mereka. Namun Ketika gejala-gejala ini berlanjut hingga remaja dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, kita benar-benar perlu memeriksa penyebab dan perawatan yang tersedia. Karena gejala-gejala tersebut penting untuk mengidentifikasi potensi melemahnya lintasan kejiwaan seorang remaja.

Kurang lebih ada 38.2% orang yang bahkan tidak sedang dalam perawatan kesehatan mental dilaporkan mengalami gejala OCS ini. Dan hanya 3% yang kemudian memenuhi ambang batas untuk masuk kategori OCD. OCS lebih sering terjadi pada wanita dan setelah pubertas. Para peneliti menyarankan OCS sebagai jendela bagi dokter untuk menyelidiki dan mengidentifikasi kondisi kejiwaan yang serius.

--

Artikel ini diadaptasi dari Abstract "Obsessive-Compulsive Symptomatology in Community Youth: Typical Development or a Red Flag for Psychopathology?" Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Published January 2 2019.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun