Mohon tunggu...
Esti Estiarati
Esti Estiarati Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis untuk Menikmati Hidup

Hai, menurut saya kehidupan kita di dunia ini ibarat sebuah roda yang sedang berputar. Saat berada di atas ,atau di bawah, gembira atau sedih, sehat atau sakit, semua itu adalah bagian yang akan kita hadapi, tak peduli siapa dia. Tetaplah tenang, dan jangan berlebihan. Mari kita berbagi lewat tulisan.. karena saya seorang ibu rumah tangga yang tinggal di kota Depok, senang membaca dan menyanyi buat suami dan anak, dan sangat membutuhkan ilmu dan wawasan yang bermanfaat. Semoga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pergi ke Jakarta, Siap-siap Kesal Ya?

12 November 2017   23:57 Diperbarui: 13 November 2017   00:50 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mobil keluarga sudah terjual kemarin. Diawal, rasanya ada yang kurang, tidak ada yang bisa dinikmati, dan rasa sesalpun muncul karena tidak bisa bepergian kemana-mana dengan leluasa. Sejak saat itu, kami berangkat kerja, kuliah dan berbelanja terpaksa naik kendaraan umum.  Yup. Apa boleh buat.

Hari ke hari tanpa kendaraan pribadi. Begitulah, lama kelamaan jadi terbiasa. Keluarga tidak mudah mengeluh lagi, kami memperkuat kesabaran, bagaimana agar bisa tetap menikmati hidup tanpa kendaraan pribadi.

Ke di Indonesia? Aduh siap-siap kesal deh, tutur sahabatku yang tinggal di luar negeri. Wah, pernyataan ini mengusikku hingga kini. Aku bertanya terhadap masalah apakah ia menjadi kesal? Jawabnya, ya karena lalu lintas jalan yang selalu macet terlebih di kota Jakarta dan sekitarnya ini, kamu harus siap-siap kesal ya, hahaha. Bukan cuma tentang macetnya, tetapi juga karena orang kita kebanyakan tidak disiplin dijalan, datang tidak tepat waktu, tidak mau mengantri dan main serobot. Huhu sampai seperti itukah? Malu deh.

Pernyataan itu memang ada benarnya. Aku sendiri memperhatikan dan bolehlah menarik kesimpulan bahwa kemacetan di jalan bisa menjadi penyebab kita mudah marah, sensitive dan tidak sabaran. Coba saja kita perhatikan video dalam URL https://www.youtube.com/watch?v=YOUUwkCQLUo&feature=youtu.be, Seorang yang pemarah, tidak enak dilihat. Berbanding terbalik dengan orang yang santun, yang ini enak dilihat. Menurut pendapatku, kemarahan dan kesantunan adalah sesuatu yang bisa ditularkan. Bayangkan ketika kita melihat orang yang marah-marah di jalan, klakson mobil yang bersahutan dengan maksud mencoba mengingatkan pengendara di depannya yang tidak bisa maju, dan lain-lain kejadian di jalan, kita semua seolah menjadi saling menyalahkan. Tiba di kantor atau sekolah dalam kondisi yang melelahkan dan tidak mengenakan ini, tentu akan berefek pada proses bekerja. Dan lebih parah lagi, jika kondisi seperti ini terjadi setiap hari, maka masalah kejiwaan kita taruhannya. Orang kota jadi mudah marah lho. Aduh, masa sih sampai kesitu?

Hidup tenang dan nyaman, tentu haparan siapa saja. Kota Jakarta yang sebenarnya cantik seperti kota besar lainnya di dunia, jangan dirusak citranya karena pemandangan kemacetan lalu lintas. Turis malas datang ke Jakarta , lho.

Khusus di kota Jakarta dan sekitarnya, solusi kemacetan yang terjadi tidaklah semudah membalikkan tangan, tentu saja, kita yakin berbagai cara pernah dan sudah dilakukan. Tetapi tetap saja terjadi kemacetan. Dulu ada aturan kawasan mobil berpenumpang tiga atau lebih, sekarang ada peraturan ganjil -- genap dan berbagai aturan lain masih dan akan terus dicoba. Termasuk sedang dikajinya kebijakan Car Pooling, yaitu bagaimana sebuah mobil bisa mengajak turut orang lain di dalamnya, yang menurut saya, mirip kebijakan Three in One yang dulu pernah dilakukan.

Ada beberapa faktor yang dapat mengurangi kemacetan kota Jakarta, yaitu;

  • Warga dengan kesadaran penuh mengikuti aturan yang sedang diberlakukan.
  • Aturan Car Pooling harus dibuat secara tegas.
  • Pemerintah harus menyediakan fasilitas kendaraan umum yang memadai.
  • Tata Kota dibuat secara baik.
  • Pembatasan jumlah kepemilikan kendaraan, jika diperlukan.

Masalah kemacetan harus dicari solusi jangka panjangnya. Saya ingat lima tahun yang lalu ada orang yang berpendapat, suatu hari nanti ketika baru keluar rumah, kamu akan dihadapi oleh kemacetan, dan sekarang ini telah terbukti. Bayangkan apa yang akan terjadi dua atau tiga tahun kedepan, gambar yang ada di video diatas itu pasti akan terjadi. Kemacetan parah dimana-mana. Kita tidak bisa kemana-mana. Dari situ juga terdapat kenyataan bahwa kota yang padat tidak selalu menjadikan jalan-jalan menjadi macet. Mari belajar dari negara besar lainnya,  banyak sekali simpangan tetapi lalu lintasnya berjalan lancar.

Kembali pada pengalaman kami ketika menikmati hidup tanpa kendaraan pribadi, rupanya asyik-asyik saja. Keuangan keluarga juga menjadi lebih hemat karena menjadikan kami tidak  bepergian atau jalan-jalan dan mengurangi kegiatan berbelanja saya. Kami jadi berpikir yang praktis-praktis saja. Ya, dengan memanfaatkan teknologi yang ada di rumah, seperti internet, sangat memudahkan urusan apa saja. Tidak perlu berbelanja keluar, karena sudah ada' pasar-pasar' online. Tidak ada kendaraan pribadi tidak mengapa, kan bisa pesan antar jemput melalui berbagai aplikasi pintar yang beredar di masyarakat kita.

Selain itu jalan yang macet membawa banyak kerugian diantaranya boros bakar dan waktu yang terbuang. Lebih jauh lagi adalah masalah polusi udara dan lain-lain. Lebih baik waktu yang ada, kita pakai untuk berkarya dengan sebaik-baiknya daripada harus menghadapi kemacetan di jalan. Kalau tidak ada kemacetan, hidup dan waktu akan lebih optimal karena banyak yang bisa dilakukan. Begitulah, saya akhirnya lebih memilih tinggal dan berbisnis di rumah.

Cuplikan video selanjutnya, mengingatkan kita bahwa zaman kini telah berubah. Dulu, yang namanya daerah pinggiran, jarang terdapat kantor-kantor Bank, Pertokoan hingga Mall. Tetapi sekarang hampir di tiap Kabupaten dan Kota, tempat-tempat seperti itu sudah tersedia. Sehingga kita tidak perlu lagi pergi ke kota besar, jika tidak terlalu mendesak karena pemukiman kita bertambah banyak dan meluas, hingga rasanya sudah seperti di Kota besar saja, sudah lebih kumplit sarana dan prasarana umum yang dimilikinya. Tentu saja peningkatan jumlah penduduk adalah salah satu penyebab kemacetan di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun