Pada tahun 18 Hijriah, terjadi wabah Tha'un di Amawas, yang kemudian menyebar cepat ke dataran rendah Yordania. Keganasan virus itu terus mengintai orang di sana, yang di antaranya pasukan kaum muslimin. Di antara mereka ada Abu Ubaidah yang merupakan pemimpin pasukan, Muadz bin Jabal, Syurahbil bin Hasanah, dan sahabat lainnya.
Lalu Umar menulis surat kepada Abu Ubaidah untuk kedua kalinya, "Sesungguhnya Yordania adalah tanah yang dipenuhi rawa dan Al Jabiyah adalah tanah yang bersih dan jauh dari wabah penyakit, maka bawalah kaum muslimin ke sana."
Ketika membaca surat tersebut, Abu Ubaidah berkata, "kalau ini, kami akan mendengarkan perintahmu wahai Amirul mukminin dan kami akan menaatinya. Lalu ia menyuruh Abu Musa untuk mempersiapkan keberangkatan pasukan. Namun istri Abu Musa ada masalah dan akhirnya Abu Ubaidah pergi serta membawa pasukannya.
Abu Musa berkata, Abu Ubaidah pun terkena wabah tersebut dan ia berkata, "aku melihat sebuah luka di kakiku, aku tidak tahu apakah wabah ini mungkin telah mengenaiku. Lalu Abu Ubaidah tetap berangkat mempersiapkan pasukannya dan saat itu wabah telah mulai menghilang, namun Abu Ubaidah akhirnya meninggal akibat terkena wabah penyakit tersebut.
Mengingat bahwa pandemi wabah adalah semacam siklus sejarah umat manusia yang terus berulang, maka sudah sepatutnya pengetahuan tentang itu menjadi bagian dari memori kolektif pengetahuan bersama, agar kita bisa melakukan mitigasi yang lebih waspada.
Kita beruntung bahwa ternyata para penulis Muslim Abad Pertengahan banyak menghasilkan karya terkait wabah yang terjadi hingga abad ke-14 tersebut. Mereka banyak mengemukakan pandangan-pandangan teologis menyikapi wabah. Karya-karya tersebut ditulis dalam bentuk manuskrip tulisan tangan (manuscript), yang sebagiannya sudah diterbitkan dalam bentuk cetak kitab.
Â
Salah satu manuskrip terpenting yang terkait dengan pandemi wabah, atau yang disebut tha’un, khususnya yang terjadi pada Abad Pertengahan, adalah Badzlul Ma’un fi Fadhl al-Tha’un  karangan al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani (1372-1449 M), yang diterjemahkan Turos Pustaka tahun lalu.
Turos Pustaka menilai buku ini sangat strategis dibaca masyarakat saat ini meski ditulis pada abad ke-15 M. Sebab di dalamnya terdapat catatan mengenai wabah yang terjadi di berbagai tempat sepanjang kekuasaan Islam. Pengarang juga membadah hadis dan juga nasihat ulama kesehatan,seperti Ibnu Sina, tentang asal usul wabah dan cara menghadapinya. Ini merupakan kekhasan Kitab Badzlul Ma’un fi Fadhl al-Tha’un yang menyatukan pendapat dan pandangan banyak ulama.
Buku ini juga memuat tuntunan bagi masyarakat dalam menghadapi pandemi. Misalkan larangan memasuki daerah yang dilanda wabah. Hal ini merupakan sunah Rasulullah yang menjadi pedoman Umar bin Khattab dari Abdillah bin Amir bin Rabiah dan Abdurrahman bin Auf  dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Bagi yang mengidap wabah, harus memisahkan diri dari yang sehat atau mengisolasi diri. Biarkan yang terdampak wabah ditangani ahlinya.