Mohon tunggu...
Esther Lima
Esther Lima Mohon Tunggu... -

No Biographical Info

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Terlantar dan Fakir Miskin Dipelihara Negara Agar Tetap Ada

28 April 2013   09:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:29 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kemarin siang, saya memanggil penjaja pempek yang lewat di depan rumah. Dua anak cakep dan bersih. Saya ajak mereka mengobrol. Mereka kelas 2 SD. Usia 7 tahun. Berjualan pempek seharga Rp.1000 /pcs untuk mendapat uang tambahan agar tidak memberatkan orang tua. Pagi ini, saat saya menikmati secangkir kopi pahit saya, saya mendengar suara dua anak itu lagi. Kali ini menjajakan kue. Hari ini adalah hari libur mereka, sehingga bisa berjualan kue.

Suara anak-anak menjajakan makanan keliling komplek sudah lama tidak terdengar oleh saya. Lama sekali. Anak-anak seusia mereka, tidak seharusnya keliling kompleks mencari uang. Itu adalah masa-masa bermain dan belajar. Namun mereka cari uang.

Teman-teman pembaca seringkali memaki saya jika saya katakan anda pelit berbagi. Sering menggelontorkan berbagai ayat kitab suci, bahwa berbagi memang sudah ditentukan besarnya oleh agama. Tidak perlu ditambah-tambah. Berbagai tuduhan dialamatkan pada saya. Dari di banned admin gara-gara postingan saya tentang sedekah, hingga tuduhan hendak mengubah ajaran Tuhan.

Mungkin anda bukan orang yang pergi ke pasar tradisional. Atau orang yang berteman dengan keluarga yang tinggal di warung kayu. Untuk ibu-ibu seperti saya, yang berjalan kaki ke pasar tradisional kecil tidak jauh dari rumah untuk belanja bahan makanan sehari-hari, sering melihat pemandangan kemiskinan kota ini. Ibu yang cuma bisa belanja satu liter beras, seperempat liter minyak, dan seikat daun-daunan. Atau nenek renta yang mengamen di metro mini.

Anggaran negara untuk mengentaskan kemiskinan, entah kemana perginya. Malah buat mengentaskan kemiskinan pejabat-pejabatnya yang sudah kaya raya dari hasil mencuri APBN itu. Al Jazeera melansir, bahwa 40% anggaran pendidikan nasional dikorupsi. Padahal APBN pendidikan besarnya Rp.330 triliun tahun ini. Jika dalam kurun waktu 10 tahun pemerintahan SBY 40% anggaran pendidikan dikorupsi, maka total korupsi anggaran pendidikan adalah sebesar 400% dari anggaran tahunannya. Setara dengan Rp.1.320 triliun uang negara lenyap dari sektor pendidikan saja. Belum lagi ditambah Departemen Agama, yang dilansir sebagai departemen terkorup di Indonesia.

Partai dakwah yang tadinya diharapkan bersih dan didudukkan di pemerintahan, tidak berbeda dengan yang lain. Korupsinya malah menggila. Pemerintah kita saat ini tidak bisa diharapkan untuk mengentaskan kemiskinan. Bicaranya saja yang besar dan mulia. Tapi ternyata maling juga. “Assalamualaikum Akhi, korma satu kardus sudah ana terima. 10 biji ana ambil untuk vitamin unta kita, sebagai kendaraan jihad”.

Menunggu Pemerintah Republik Indonesia mengurangi kemiskinan bagaikan menanti kapan kiamat tiba. Jadi daripada menanti yang tidak tahu kapan datangnya, anak-anak lapar keburu mati.

Memberi dari kelebihan kita itu biasa. Bersedekah pakai uang orang lain itu biasa. Penyembah setan juga bisa melakukannya. Namun memberi dari kekurangan, siapakah yang bisa melakukannya?

Lebaran sebentar lagi. Apakah anda akan memberi dari kelebihan? Atau dari sekarang mulai menabung untuk dibagikan?

- Esther Wijayanti -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun