Mohon tunggu...
Ester Toruan
Ester Toruan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI

Mahasiswa HI Universitas Kristen Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Sengketa Pencemaran Laut Timor Akibat Ledakan Montara Antara Indonesia dan Australia

18 Januari 2022   21:21 Diperbarui: 18 Januari 2022   21:22 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terjadinya ledakan sumur minyak di the Montara Well Head Platform di blok West Atlas-Laut Timor perairan Australia tanggal 21 Agustus 2009 lalu telah menjadi salah satu ancaman bagi Indonesia. Pasalnya ledakan itu telah mengeluarkan tumpahan 2.000 barel/hari (318.000 liter/hari), yang berdampak pada kebocoran minyak (light crude oil) dan gas hydrocarbon. Hal itu bisa mengancam keanekaragaman hayati di laut bahkan udara, perlu diketahui juga bahwa luapan minyak juga bisa menjadi ancaman untuk jangka waktu yang panjang bagi generasi selanjutnya.

Indonesia menjadi korban dari kejadian ledakan ini. Berdasarkan nota diplomatic kedutaan besar Australia, pada tanggal 30 Agustus 2009 oil slick dan oil sheen yang berasal dari ledakan Montara telah meluas dan masuk ke perairan Indonesia yaitu laut Timor. Tumpahnya luapan minyak ke perairan Timor ini telah mencemari 16.420 km persegi ZEE Indonesia dan meluas ke sekitar wilayah Kabupaten Rote Ndao. Hal ini sangat berdampak buruk karena kebanyak penduduk di Kabupaten Rote Ndao bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani rumput laut dan pencemaran ini telah membuat pendapatan mereka menurun. Menurut Freddy Numberi Ketua Tim Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut Timor, Indonesia mengalami kerugian berkisar RP. 500M.

Berdasarkan data produksi, pada tahun 2008 petani rumput laut di Kabupaten Rote Ndao bisa mencapai 7.334 ton namun pada tahun 2009 terjadi penurunan produksi yang drastic, produksi hanya bisa mencapai 1.512,5 ton, lalu pada bulan Juli 2010 produksi hanya mencapai 200 ton. Tentu hal ini membuat pendapatan petani rumput laut menurut drastis dan membuat mereka merasa traumatic dengan kegagalan tersebut. Di Desa Oebo Kecamatan Rote Barat, budidaya tiram mutiara juga mendapatkan dampak buruknya. Yang semulanya terdapat 40.000 ekor tiram mutiara untuk dibudidayakan namun akhirnya hanya menyisakan 5.000 ekor tiram mutiara. Begitu juga dengan perikanan tangkap. Pada tahun 2008, nelayan bisa menangkap sampai 3.500 ton namun semenjak meledaknya sumur minya Montara di tahun 2009, nelayan hanya bisa menangkap 2.371 ton ikan. Yang tadinya bisa 200 kg/hari/perahu, menjadi hanya 4 -- 5 ekor.

PTTEP AA (The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia) adalah perusahaan yang bertanggung jawab atas ledakan yang terjadi. PTTEP AA adalah anak perusahaan dari PTTEP Public Company Limited, sebuah perusahaan MIGAS Thailand. Walaupun demikian, berdasarkan UNCLOS 1982 pasar 139, 192 dan 235 maka Australia yang memiliki tanggung jawab mutlak dan absolut terhadap kasus pencemaran laut Timor.

Hal pertama yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan negosiasi. Indonesia yang dibantu dengan YPTB (Yayasan Peduli Timor Barat) melakukan negosiasi dimana negara Indonesia mengajukan klaim terhadap negara Australia dan menuntut ganti rugi sebesar 1,40T terhadap dampak yang ditimbulkan dari tumpahnya minyak tersebut, namun Australia menolak negosiasi tersebut dan negosiasi tersebut tidak berhasil.

Setelah itu Australia dan Indonesia sepakat melakukan Draft MOU dan sepakat akan melakukan MOU yang direncanakan pada tanggal 3 Agustus 2011, namun tertunda karena adanya pergantian CEO PTTEP lalu dijadwalkan ulang menjadi 29 Agustus 2011. Tim advokasi menyepakati nota kesepakatan (MOU) yang berisi 2 hal yaitu Dana Bantuan Sosial (CSR) dan pembayaran klaim ganti rugi atas kerugian ekonomi dan lingkungan yang ditanggung masyarakat Indonesia di sekitar Laut Timor sebesar US$ 3 juta. Namun Ketua YPTPB, Ferdi Tanoni menolak rencana penandatangan nota kesepakatan (MOA). "Nilai itu merupakan sebuah penghinaan terhadap rakyat Timor yang merasakan dampak pencemaran Laut Timor," katanya saat menghubungi Tempo di Kupang, Rabu, 14 September 2011. Ferdi Tanoni juga beranggapan bahwa ia tidak percaya ada utusan PTTEP datang ke Indonesia. "Kalau benar dia datang seharusnya mengundang wartawan dalam dan luar negeri," ujarnya.

Pada tahun 2012, Indonesia kembali menyuarakan tuntutan dengan membawa barang bukti serta 50 saksi dan meminta PTTEP memberi kompensasi melalui jalur non-litigasi namun tetap tidak ada hasil. Hal ini terjadi karena pihak dari pemerintah Indonesia dan PTTEP AA masih bersikeras pada pendiriannya masing-masing.

Banyak kendala yang dialami Indonesia untuk menggungat Australia dalam permasalahan ini. Australia mengatakan bahwa sangat kecil kemungkinan minyak Montara mencapai perairan Indonesia dan jenis minyak yang berada di perairan laut Timor tidak mengakibatkan ancaman pada keaneka ragaman hayati. Kendala lain adalah dimana saat pertama kali minyak Montara meluas, Indonesia tidak melakukan pencegahan secara langsung untuk menjaga keaneka ragaman hayati laut seperti yang ditetapkan di UNCLOS 1982.

Kendala-kendala tersebut yang memberatkan Indonesia untuk membawa kasus Montara ini ke pengadilan internasional.

Pada 2017, pemerintah Indonesia menggugat kembali ganti rugi kepada PTTEP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara No.241/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat tiga perusahaan Thailand, yaitu The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) sebagai tergugat I, PTTEP selaku tergugat II, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) selaku tergugat III.

Tapi gugatan itu dicabut oleh pemerintah sendiri dengan alasan adanya kesalahan pada nama tergugat dan ingin memperkuat bukti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun