Mohon tunggu...
Esteria Tamba
Esteria Tamba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Politik Universitas Jambi

Just share my thought

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Minimnya Keterlibatan Mahasiswa Unja dalam Satgas PPKS, Sudah Sesuai Regulasi?

5 Desember 2022   17:41 Diperbarui: 2 Maret 2023   22:12 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca Lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nomor 30 Tahun 2021 (Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Nomor 30 Tahun 2021 sudah sangat banyak perguruan tinggi yang membentuk satuan tugas ( SATGAS ) sesuai dengan intruksi yang tertuang dalam Bab IV Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Begitu juga dengan Universitas Jambi yang belakangan ini diterpa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap salah satu mahasiswi Fakultas Kedokteran yang sedang melaksanakan magang di RSUD Raden Mattaher Jambi, Menanggapi kasus tersebut Rektor Universitas Jambi Prof Drs H Sutrisno menginstruksikan Satgas PPKS Universitas Jambi melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini dan minta Satgas PPKS mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan kenyamanan bagi korban.

Hadirnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 di Lingkungan Perguruan Tinggi diharapkan agar korban berani bicara serta bisa menjadi pijakan kuat untuk mengadvokasi para korban yang selama ini masih bungkam dan dapat mewujudkan penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan institusional dan berkelanjutan serta memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.

Sementara itu, pembentukan Satgas PPKS Universitas Jambi baru saja dilakukan pada 21 November 2022 melalui seleksi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi (Pansel) dimana terdapat 7 orang terpilih yang terdiri atas unsur: 5 orang Pendidik, 1 orang Tenaga Kependidikan dan 1 orang Mahasiswa. Keputusan Panitia Seleksi sangat di sayangkan oleh penulis karena adanya ketidaksesuaian jumlah keterlibatan Mahasiswa dalam keanggotaan terpilih dimana sekitar 70% lebih dominan unsur Pendidik dari pada Mahasiswa, Hal ini tidak sesuai dengan regulasi yang tertuang pada Pasal 28 ayat 3 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dengan jelas berbunyi "Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c paling sedikit 50% (lima puluh persen) berasal dari unsur Mahasiswa".

Kebijakan Rektor tentang kekerasan seksual merupakan komitmen lembaga pendidikan untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual serta menciptakan lingkungan kampus yang ramah gender dan bebas dari kekerasan seksual. Peraturan tersebut menjadi payung hukum jika terjadi kasus kekerasan seksual di kampus. Para stakeholder dan civitas academika juga memahami tugas dan peran masing-masing dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Akan tetapi, jika komitmen tersebut tidak diikuti dengan birokrasi yang baik dan sumber daya manusia yang memadai, maka perjuangan untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan korban menjadi sulit. Apalagi adanya kepentingan politik para stakeholder untuk melindungi pelaku atas nama baik kampus, Karena kenyataan dilapangan terkadang berbeda dengan prinsip - prinsip penanganan kasus pelecehan seksual. Birokrasi yang ideal menurut Max Weber ditandai dengan adanya spesialisasi pembagian tugas yang jelas, struktur kewenangan dan tanggung jawab jelas, hubungan antar anggota bersifat impersonal, rekruitmen pegawai berdasarkan kecakapan teknis, dan adanya pemisahan antara urusan dinas dan pribadi.

Berdasarkan survey Mendikbud Ristek di tahun 2020 ada 77% dari dosen yang disurvei menyatakan kekerasan seksual itu pernah terjadi di kampus. Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus banyak menimpa mahasiswa yang sedang bimbingan tugas akhir atau skripsi. Berdasarkan sejumlah kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus penulis mencatat setidaknya ada 3 kasus yang naik kepermukaan diantara nya : Dosen Universitas Sriwijaya lecehkan 3 mahasiswi, Dosen di Universitas Riau jadi tersangka pencabulan, Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Guru Besar UI. Pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus didominasi oleh dosen ke mahasiswa. Kita tidak menutup mata bahwa bisa jadi mahasiswa ke mahasiswa seperti itu. Tapi dari kasus yang sering terjadi, memang lebih banyak dosen ke mahasiswa yang seharusnya menjadi pelindung tetapi malah melakukan kekerasan seksual.

Berdasarkan kenyataan di lapangan sering kali bentuk respon stakeholder kampus dalam menghadapi kasus yaitu menjaga nama baik kampus dan melindungi pelaku, tidak memproses laporan korban atau kasus sengaja ditutupi agar tidak diketahui oleh pihak luar. Pihak kampus tidak merespon dengan baik karena tidak ada atau kurang komitmen lembaga terhadap kasus kekerasan seksual. Dalam beberapa kasus, korban justru dipersalahkan karena membiarkan pelaku beraksi dan korban disuruh bungkam. Bahkan pelaku mengelak dengan berbagai alasan, seperti adanya salah paham, memutarbalik fakta dan membuat korban terpojok. Berkaca dari kasus – kasus sebelumya  sudah seharusnya keterlibatan unsur Mahasiswa dalam Satgas PPKS lebih mendominasi dari pada unsur Pendidik, Namun keputusan Pansel  PPKS Universitas Jambi kurang mendasar dan tidak melihat fakta di lapangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun