Mohon tunggu...
Ester Morita
Ester Morita Mohon Tunggu... Model - Pergunakan waktu untuk berkarya

Instagram: Termorita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Datangnya Agama Nasrani di Kampung Sawah Bekasi

18 April 2021   16:50 Diperbarui: 18 April 2021   17:20 5142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kampung Sawah pada tahun 1886

Kampung Sawah merupakan nama daerah di Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. Yang menjadi unik di daerah ini adalah, Cuma di daerah ini banyak dari suku Betawi yang beragama Nasrani. Tidak seperti daerah lainnya di Jakarta dan sekitarnya yang Suku beragama Betawi selalu identik dengan Islam.

Menariknya, meski mereka beragama Kristen dan Khatolik pakaian dalam peribadatan tetap menggunakan pakaian tradisional orang Betawi. Misalnya pada lelaki, berpaikan sadariah, bercelana batik atau hitam, berkain pelekat dan berpeci hitam. Sedangkan untuk wanitanya berkebaya encim, berkain sarung batik dan berkerudung selendang. Mereka juga bermain silat. Intinya tidak jauh dari perbedaan dengan masyarakat Betawi pada umumnya. Yang membedakan hanyalah agamanya saja.

Meskipun begitu, penduduk Kampung Sawah sejak abad 19  tidak hanya didominasi  oleh suku Betawi saja, melainkan sudah multietnis. Jadi wajar saja, budaya terbuka dan toleran sudah mengakar cukup lama. Awalnya, warga Kampung Sawah beragama Islam, khususnya orang Betawi. 

Namun, sejak munculnya para misionaris didikan Meeste r F.L Anthing (1820-1883) yang menjabat sebagai wakil ketua Mahkamah Agung, itu mendirikan sejumlah jemaat kecil di daerah sekitar Batavia, antara lain Kampung Sawah dan Gunung Putri, gerakan Kristenisasi di pinggiran Batavia pun di mulai. Ditambah lagi pada 1880-an ada kelompok kelompok orang Kristen dari Lereng Gunung Muria dari Desa Bondo, Jepara, dan Desa Modjowarno, Jember yang Transmigrasi ke Gunung Putri dan Kampung Sawah. Perpindahan penduduk ini  dapat disebut sebagai bedol desa,karena dilakukan bersama-sama satu desa beserta perangkatnya.

Pada tahun 1895, pemeluk agama Kristen pecah jadi tiga kelompok yaitu kelompok pimpinan Mangun Ilang dan Yosef Baiin, kelompok  pimpinan Lukas Rikin, dan kelompok pimpinan Nathanal. Kelompok Nathanael kemudian memilih Khatolik Roma yang perkembangannya di Kampung Sawah di tandai dengan pembaptisan 18 putra setempat pada 6 Oktober 1896 oleh Pater Bernardus Scwheitz dari Katerdal Batavia. 

Untuk menunjang peribadatan, didirikanlah Gereja Katholik Santo Servatius pada 1897. Pada Mei 1898 tercatat 57 orang yang telah di babtis, dan di tahun 1900 telah bertambah lagi sehingga menjadi 78 orang Padahal, saat itu terdapat "artikel 177" dari kitab Hukum colonial yang memberi kekuasaan kepada Gubernur Jendral untuk melarang setiap bentuk pengabaran injil di antara golongan bumiputera.

Penganut Kristen/ Katholik di Kampung Sawah kemudian membentuk sistem marga, tradisi yang tidak di temukan kebudayaan Betawi lainnya. Misalnya marga Baiin, Saiman, Bicin, Napiun, Kadiman, Dani, Rikin, dan Kelip. Jangan kaget bila tiba-tiba bertemu dengan Nama Musa Dani, Marthius Napiun, atau Sulaeman Kadiman. 

Saat Indonesia baru merdeka di tahun 1945, bangsa Idonesia mengalami euforia. Kampung Sawah pada masa itu di Identifikasikan sebagai bagian dari kolonial, pro Belanda dan kontra revolusioner. Sederhana saja, hanya karena mereka beragama yang sama dengan orang Belanda. Sehingga dalam pandangan lascar dan para pejuang, mereka harus di perangi. Maka itu terjadi suatu peristiwa yang di kenal dengan peristiwa Gedoran Kampung Sawah.

Gedoran berasal dari kata gedor yang artinya mengetuk pintu dengan keras yang tujuannya untuk memasuki rumah. Dalam arti yang lain, pada saat itu, warga dari Kampung Sawah mengalami perampokan secara berkali-kali oleh warga dari kampung lain.    

Puncaknya pada 5 Oktober 1945. Penyerangan dilakukan oleh sekelompok warga yang di pimpin oleh Tabrani Kasir yang saat itu menjabat sebagai Asisten Wedana Pondok Gede, Simoen, dan Haji Dehir. Gereja di bakar, banyak rumah warga yang di rampok, dan setelah itu di bakar. Akhirnya, semua warga Kampung Sawah mengungsi ketempat yang lebih aman. Kampung pun menjadi sepi, setelah warganya meninggalkan/mengungsi ketempat lain. Setelah keadaan suasana sudah kondusif dan aman, secara perlahan warga Kampung Sawah kembali. Dimulai pada akhir 1946

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun