Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemilu Sama dengan Kompetisi Menjadi Pelayan Rakyat?

8 Mei 2019   14:27 Diperbarui: 8 Mei 2019   14:44 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Marsekal Hadi Tjahjanto memprediksi adanya pihak yang keberatan dari hasil Pemilu yang akan dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dikarenakan tidak terima dengan hasil dari penyelenggara Pemilu, Merujuk pada pernyataan Panglima TNI diberbagai media selanjutnya diterangkan bahwa ada indikasi upaya provokasi dan hasutan yang melibatkan sebuah gerakan massa sebagai bentuk unjuk rasa, dan bahkan hingga melakukan penyerangan ke kantor KPU dan Bawaslu dalam upaya delegitimasi pemilu.

Mengapa situasi pasca pemilu lalu masih berlarut seperti ini ?. Sebagai rakyat Indonesia yang turut dipusingkan dan masih harus melihat dan mendengar polemik diantara elit pasca pemilu lalu maka sepantasnya juga jika rakyat berhak memberi komentar dan menuntut kedamaian segera terwujud kembali di bumi persada ini, sama   seperti saat hiruk pikuk politik pemilu belum dimulai.

Apa penyebabnya dan siapa yang harus bertanggung jawab jika kondisi politik nasional hingga saat ini masih belum sejuk juga,  padahal momentum pemilu serentaknya sudah terlaksana "aman" 17 april lalu. (Hal penyebab kondisi "crowded" ini harus segera di evaluasi agar tidak terulang muncul kembali dimasa pemilu yang akan datang).

Realitas kondisi kegaduhan politik seperti saat ini mau tidak mau harus diakui baru pertamakali terjadi pada proses pemilihan umum di Indonesia, sehingga wajar bila kemudian muncul pertanyaan liar,

 "Apa sebenarnya yang diperebutkan oleh pihak-pihak yang berkontestasi saat ini ?". 

Apakah mereka berebut dan berlomba pada pilpres lalu agar menjadi pihak yang terpilih dalam melayani rakyat ?.  Menjadi "pelayan" yang setia dan patuh bagi rakyat ?. Menjadi pelayan yang sungguh sungguh mengabdi untuk 

kepentingan rakyat ?. Atau yang sebaliknya, berkompetisi justru karena mau menjadi "penguasa" rakyat ?. Pertanyaan yang wajar ditanyakan rakyat karena melihat panas nya perdebatan dan sangat bersemangat nya pihak yang berkompetisi untuk memenangkan kontestasi pemilu ini.

Kenapa hal ini perlu ditanyakan dan perlu di konfirmasi ulang ?. Logika-nya karena bila niatnya murni untuk menjadi "pelayan" bagi rakyat, maka sepantasnya tidak akan ada pihak yang ngotot dan menjadi emosional jika (nanti) ternyata belum mendapat kesempatan untuk melayani rakyat. (Anggap saja niat baik untuk mengabdi kepada rakyat masih belum diperlukan, artinya tidak perlu menjadi sewot).

Tentu lain cerita-nya bila memang tujuan utama nya untuk menjadi "penguasa" rakyat. Apakah memang begitu situasi yang diharapkan saat sistim demokrasi ini dipilih diterapkan di bumi persada Indonesia tercinta ini ?. Mungkin bisa saja benar atau tidak benar seperti itu. Tentu komentar pendapat rakyat Indonesia (lainnya) yang juga  hidup di bumi persada ini perlu juga didengarkan, karena urusan ini sudah menyangkut urusan bersama. Bukan urusan satu kelompok atau dua kelompok saja. Karena itu, siapapun tidak boleh  menggunakan prespektifnya sendiri. Tidak boleh ada yang berpikir dalam "tempurung" nya sendiri. Harus mau keluar dari tempurung subjektifitas nya, baru bisa berpikir secara "fair" dan silahkan berdebat kembali. 

Mau sampai kapan lagi rakyat kita dipaksa melihat kegaduhan elit seperti saat ini ?. Seyogyanya, pada aturan demokrasi seperti UU Pemilu yang sudah diciptakan secara bersama, maka semua pihak harus ikut pada aturan yang sudah disepakati tentang teknis maupun prosedur bila ada sengketa didalamnya, atau akan di vonis melanggar aturan kesepakatan dengan segala konsekwensi hukum maupun politiknya yang sepatutnya tidak perlu harus dialami. Karena bagaimanapun juga, negara Indonesia adalah negara hukum yang harus selalu berasaskan hukum.  

 *Penutup* 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun