Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menikmati Dinamika Suksesi Demokrasi yang Sejuk, Santun, dan Wajar, Mungkinkah?

12 Maret 2019   17:48 Diperbarui: 12 Maret 2019   18:26 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah tahun 2019 ini sebagai tahun politik harus dilewati dengan suhu panas politik yang meningkat ?. Apakah semua suksesi kepemimpinan nasional seperti saat ini memang harus melewati  jebakan konflik antar kandidat sehingga menimbulkan ketakuan dan trauma dalam masyarakat kita ?. sehingga politik itu pasti bermakna sebagai sesuatu yang kotor dan jahat seperti yang ditudingkan sekarang ini . 

Tentu jawabannya tidak bisa sejelas degradasi hitam putih warna pelangi, semuanya subjektif dan relatif bisa ditafsirkan secara abu-abu tergantung posisi keberpihakannya. Yang harus disadari adalah bahwa kesalahan dalam memahami dan menerapkan politik bisa merembet menjadi persoalan pidana pemilu dan potensial menyasar menjerat ke semua pihak karena (terseret) terjebak secara tidak sengaja  akibat  tidak memahami aturan berpolitik. Karena kondisi seperti ini masih terus terjadi maka perlu untuk secara cepat dan padat membagikan trik cara cepat memahami politik bangsa yang sangat dinamis menjelang 17 april nanti.

Mengapa masyarakat juga perlu untuk mempelajarii politik.

Realitasnya saat ini dimana-mana masyarakat sedang keranjingan bicara politik, meskipun sumbernya berita-nya atau sumber you tube-nya masih belum jelas kebenarannya, belum diklarifikasi namun sudah emosi dipertentangkan dan diumumkan layaknya debat pada Indonesia lawyers club-nya bang karni ilyas. Luar biasa bah !, padahal bila ada saja pihak yang usil dan mau "menggoreng" nya  potensial terjebak pada undang undang pemilu karena potensial  dimasukkan pada pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Apa mau dibiarkan "terjebak" seperti itu ?, karena itu masyarakat perlu dibantu sehingga minimal mengerti dasar Ilmu politik. 

Seyogyanya, ilmu politik perlu untuk dipelajari oleh semua pihak dan masyarakat umum dalam rangka menambah pengetahuan mengenai semua hal yang berkaitan dengan politik. Dari mulai teori, paradigma hingga akibat yang ditimbulkan dari penerapan teori-teori dan paradigma itu terhadap masyarakat. Mengetahui ilmu politik bertujuan untuk menggapai kebaikan kolektif sebagaimana hakikat ilmu politik itu sendiri. Sehingga kita yang mengetahui ilmu politik akan memahami hal-hal apa saja yang dapat bermanfaat bagi orang banyak di masa sekarang ataupun masa yang akan datang, seorang ilmuwan politik tidak hanya berkutat masalah pengetahuan dan konsep tapi dituntut untuk bisa menerapkannya dalam pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat. 

Selain itu mempelajari politik bermanfaat dalam mencapai kebaikan bersama yang bermanfaat bagi semua masyarakat. Tidak hanya mengedepankan keinginan penguasa, tetapi juga keinginan masyarakat yang lebih utama. Dengan melihat manfaatnya yang sangat membumi itu maka seharusnya politik itu tidak perlu ditakuti apalagi dihindari. Walaupun pada kenyataannya memang sebagian aktor politik ada  yang menjadikan politik sebagai ancaman bagi lawan politiknya bahkan dijadikan pengeruk harta dan tahta sehingga tidak juga salah bila kemudian sebagian masyarakat memandang politik sebagai hal yang negatif dan harus dihindari. Apakah dampak negatif yang tercipta karena dikondisikan oleh sebagian kecil aktor politik ini memang sudah berhasil meracuni benak sebagian besar masyarakat kita, sehingga masyarakat umum menjadi apatis terhadap tujuan dan makna politik itu yang sesungguhnya ?.

Korelasinya bila masyarakat dapat memahami politik secara benar adalah terlihat dari kemampuannya dalam  mengeliminir dampak negatif  kasus yang potensial memicu konflik yang lebih besar dalam masyarakat. seperti viralnya video pengendara motor yang mencopoti baliho-baliho bergambar Capres-Cawapres di Kalimantan Selatan dan mengaku sebagai staf Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) namun tidak bisa menunjukkan  identitas sebagai petugas dan seragam resmi yang seharusnya. 

Apakah memang oknum yang melakukan tindakan seperti ini layak dicurigai sebagai provokator atau malah justru tindakan oknum seperti ini yang benar ?. Benarkah masyarakat umum diperbolehkan melakukan tindakan pencabutan alat peraga kampanye (APK) secara swadaya mandiri seperti ini ?. Berdasarkan penjelasan yang selalu disosialisasikan oleh Panwaslu dan Bawaslu  bahwa  yang mendapat wewenang melakukan pencabutan dan penertiban APK bila ternyata dinilai menyalahi aturan hanyalah Satpol PP, bukan masyarakat umum. Lalu mengapa masih banyak terjadi premanisme di lapangan seperti ini ?, dimana yang putus informasinya ?, atau justru memang sengaja dilakukan untuk memancing konflik baru untuk mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu  ?.

Apakah memang sosialisasi informasi kepada masyarakat umum tentang siapa yang berwenang menegakkan aturan teknis dilapangan seperti yang terjadi di Kalimatan Selatan ini belum dilakukan ?. Bila memang belum di sosialisaskan maka  perlu segera dan selalu diingatkan sehingga semua pihak dapat mengetahui dan tidak terjebak menjadi "pahlawan kesiangan"  yang bisa memicu konflik dalam masyarakat yang terbukti sudah semakin memanas seperti sekarang ini. 

Semua pihak dituntut harus patuh pada aturan pemilu dan tidak memancing emosi pada level "akar rumput" seperti maraknya pencabutan alat peraga kampanye yang dilakukan oknum masyarakat umum, bukan oleh Satpol PP yang berwenang pada penegakan aturan teknis APK  seperti yang sedang viral saat ini. Sebelum kesalahpahaman seperti ini merembet dan memicu konflik diantara masyarakat yang seharusnya bisa dihindari. Disinilah perlunya masyarakat diajari memahami politik dan aturannya sehingga juga tidak menjadi apatis apalagi  golput karena  tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih, belum lagi trauma akibat konflik politik yang berkepanjangan, kampanye hitam yang saling menghujat, atau isu SARA yang memecah belah.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun