Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahakarya Demokrasi Indonesia

7 Februari 2019   11:53 Diperbarui: 7 Februari 2019   11:56 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dinamika demokrasi di Indonesia belakangan ini diramaikan perdebatan yang seolah tidak biasa padahal situasi yang dimaksud kenyataannya sudah biasa karena memang sudah terjadi lama, hanya belum disebutkan secara gamblang saja. 

Dinamika dan polemik terhadap pengunaan istilah propaganda Rusia sebagai pembanding bagi  kondisi yang dialami didalam negeri saat ini yang dimaksud adalah teknik firehose of falsehood atau selang pemadam kebakaran atas kekeliruan isu yang ditampilkannya. 

Merujuk penjelasan dari berbagai sumber, istilah "propaganda Rusia " ini  dimunculkan oleh lembaga konsultasi politik Amerika Serikat Rand Corporation pada tahun 2016. Rand Corporation menganalisis mengenai cara berpolitik Donald Trump yang mirip metode Presiden Rusia Vladimir Putin di Krimea dan Georgia, yaitu mengunakan teknik kebohongan yang diproduksi secara masif dan simultan melalui media-media pemberitaan yang mereka miliki. 

Pertanyaannya kemudian adalah,  apakah teori ini layak dipakai untuk menjelaskan kondisi politik di Indonesia ?. Tentu jawabannya bisa beraneka macam, tergantung persfektif nya masing-masing. Yang jelas cuaca politik menjadi semakin hangat dan dinamis belakangan ini. Relevansinya apa ?

Mengutip data dari Kemenkominfo yang menyebutkan bahwa saat ini ada sekitar 800.000 situs di Indonesia telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya dengan cara menyebarkan konten-konten negatif yang menimbulkan keresahan dan saling mencurigai di masyarakat. 

Sementara untuk situs terorisme dan radikaslisme, Kominfo telah memblokir sebanyak 497 situs. Sebanyak 202 situs di antaranya, merupakan situs yang diblokir sampai Desember 2017. 

Untuk tahun 2018 saja, Kementerian Kominfo telah memblokir sebanyak 295 situs yang mengandung konten terorisme dan radikalisme. Sementara untuk situs konten separatisme diblokir 3 situs pada Juni 2018. 

Tindakan tersebut dilakukan atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Upaya ini juga sejalan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28 ayat (1) dan (2), dan Pasal 40 ayat (2).  

Merupakan  informasi yang paling terbaru dan sangat mengkhawatirkan adalah bahwa selama Januari 2019 ini saja, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah  mengidentiifikasi 175 konten hoaks dari beragam isu yang menyebar di internet dan media sosial.

 Dari 175 konten disinformasi itu, terdapat 81 konten yang berkaitan dengan Pemilihan Umum. Bisa dibayangkan ancaman  dan resiko yang potensial  ditimbulkannya bagi persatuan bangsa ini, belum lagi bila ternyata masih banyak lagi situs  hoaks yang belum teridentifikasi ?.

Lalu, apakah ada dampaknya pada pesta demokrasi kita ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun