Mohon tunggu...
Nurul Suhartin H
Nurul Suhartin H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cyberterorism, Radikalisasi pada Media Sosial di Indonesia

9 April 2021   00:34 Diperbarui: 9 April 2021   00:57 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kelompok ini tidak memiliki keinginan untuk megkafirkan orang lain. Ketiga, Radikalisme Tindakan, pada kelompok ini, penganutnya memiliki keinginan untuk melihat atau memperlihatkan hal -- hal yang anarkis. Perpaduan dari kelompok sebelumnya yaitu suka mengkafirkan orang, ingin merubah bentuk negara, dan suka terhadap kerusakan. Pada kelompok inilah seseorang berada di tahap menjadi teroris.

Pada dasarnya paham radikal ini, bertujuan untuk menciptakan ketakutan atau yang biasa mereka sebut sebagai menggetarkan. Hal ini terjadi lantaran mereka menafsirkan salah satu ayat dalam surah Al -- Anfal ayat 60 yang artinya "Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang -- orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)". 

Berangkat dari ayat inilah mereka berani melakukan hal -- hal yang tidak manusiawi dengan anggapan mereka melakukannya untuk berjuang di jalan Allah. Padahal jika ditafsirkan secara benar, makna dari kata menggetarkan disini adalah menggetarkan jiwa seseorang dengan cara yang baik agar seseorang itu dapat menerima islam sebagai keyakinannya.  

Hal -- hal seperti diatas ini lah yang membuat orang -- orang menjadi simpati terhadap kelompok mereka (radikal). Terutama di masa new media seperti saat ini, masyarakat akan sangat mudah menemui hal -- hal agama yang sebenarnya berbau radikal. Masyarakat banyak yang terkecoh karena narasi -- narasi yang kelompok radikal ini sebarkan di media sosial merupakan narasi dengan bahasa tafsiran keagamaan bukan bahasa agama. Seperti yang baru -- baru ini terjadi, kasus penyerangan oleh pelaku Z-A di Mabes Polri pada Rabu, 31 Maret 2021 berujung dengan penembakan pelaku oleh pihak kepolisian. 

Pelaku Z-A ini datang ke Mabes Polri sekitar pukul 16.30, melalui pintu belakang. Dirinya ditembak polisi karena menembakkan pistol yang ia pegang sebelumnya kepada polisi, meskipun akhirnya polisi tersebut tidak mengalami luka serius dan dirinya ditembak ditempat sebagai tindakan tegas terukur dari petugas polisi. 

Dikonfirmasi oleh Ustadz Sofyan, bahwa senjata yang dibawa oleh pelak Z-A merupakan senjata dengan jenis M-84 bereta, yang dibeli pada 17 Februari 2021. Senjata M-84 kaliber 4,5 ini diupgrade hingga 900 fps, dimana pada 600 - 900 fps jika ditembakkan dengan jarak 1 -2 meter akan tembus kepala. Setelah diselidiki melalui barang -- barang yang pelaku bawa dan menelusuri akun media sosialnya, dikonfirmasi bahwa pelaku Z-A merupakan anggota Ione wolf yang beridelogi ISIS. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan foto bendera ISIS dan kisah perjuangannya dari akun media sosialnya.(Nma, 2021)

Di dalam sebuah tatanan kelompok radikalis, menurut Prof Irfan Idris terdapat empat lapisan, yaitu: 1) Sympetizer / simpatisan, pada lapisan ini mereka hanya sekedar bersimpatis saja terhadap kelompok radikal ini. Mereka memiliki kekecewaan/ketidakpuasan terhadap pemerintah sehingga ia bersimpati pada kelompok tertentu yang bertindak 'anarkis'. 2) Supporter / mendukung, lapisan ini yang akan mendukung / menyumbang secara materi seperti menyiapkan tempat, memfasilitasi pelatihan, tetapi mereka ini belum yakin terhadap ideology tersebut. 3) Militant, lapisan ini lah yang akan turun mengeksekusi, menurut paham mereka, lapisan ini yang ingin dan akan masuk surge karena berani mati dan dibunug oleh seorang kafir. 4) Hardcore/inti/kharismatik, lapisan ini rata -- rata berusia 50 tahun ke atas, bertugas sebagai pembuat narasi dan menjadi seorang 'ustadz' (yang mencuci otak orang -- orang agar mau ikut bergabung dalam kelompok mereka).

Pada kelompok radikal terdapat istilah istis mataa / istiyadiah yang berarti meminta mati / meminta syahid. Hal ini mereka lakukan karena beranggapan ketika dirinya dibunuh oleh anshar thagut (orang -- orang yang melampaui batas hukum Allah) merupakan hal yang mulia dan beranggapan bahwa matinya adalah mati yang syahid. Anshar Thagut ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu,  pertama near enemy yaitu semua orang yang mengahalangi ideology mereka atau biasa disebut kafir. Kedua far enemy yaitu musuh yang jauh seperti polisi, tentara dan jajaran -- jajaran negara lainnya.

Radikalisme dalam Perspektif Psikologi

Umumnya, para penganut kelompok radikal merupakan orang -- orang  yang sedang depresi, banyak masalah dan sedang mencari 'seseorang untuk menolongnya'. Hal ini sejalan dengan penyataan Ustadz Sofyan Tsauri, yang merupakan mantan anggota teroris yang sebelumnya berprofesi sebagai Polisi. Dirinya mengaku bahwa untuk mempengaruhi seseorang atau dikenal dengan istilah brain wash/cuci otak, dirinya hanya membutuhkan waktu satu hingga dua jam saja. Ia akan memutar balikan logika si korban agar memiliki pemahaman yang sama dengan kelompoknya, contoh narasinya "tidak berjuang sakit, berjuang sakit. 

Jika kita berani mengorbankan semuanya untuk urusan dunia, mengapa kita tidak mau berkorban di jalan Allah". Narasi -- narasi dengan bahasa keagaman ini lah yang akan membuat korban terpengaruh, terutama jika korban sedang mengalami kesulitan dalam urusan dunia dan sedang mencari 'Tuhan', korban pasti akan mudah dipengaruhi karena merasa dirinya belum berbuat banyak untuk menegakan agamanya. Pada proses ini korban mulai mengalami intenalisasi nilai -- nilai keagamaan yang berdasarkan ajaran -- ajaran islam khususnya namun tidak diterjemahkan sesuai dengan ajaran --ajaran islam yang seharusya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun