Mohon tunggu...
Freyser Dungus
Freyser Dungus Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang yang ingin berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Transjakarta dan Trans Kawanua

25 Maret 2014   01:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:32 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketersediaan transportasi massal dengan harga yang murah, aman dan nyaman di negeri tercinta, sampai dengan saat ini masih sebatas impian semata. Triliunan uang negara (mungkin lebih tepatnya uang rakyat), seolah-olah menguap begitu saja. Harapan masyarakat Indonesia agar supaya disetiap daerah boleh tersedia layanan transportasi yang murah, aman dan nyaman dan yang paling penting bebas dari kemacetan sampai saat ini masih sebatas harapan, tak tahu kapan akan tercapai (ataukah hanya mimpi disiang bolong?)

Jakarta, ibukota negara yang seharusnya menjadi icon yang bisa mempromosikan Indonesia, justru menjadi gambaran buruknya pengelolaan transportasi di Indonesia. Berita mengenai kemacetan dan simpang siurnya lalu lintas di ibukota negara baik di media online, televisi dan koran/majalah seolah-olah tak pernah habis bak serial Doraemon. Kehadiran Jokowi dan Basuki yang dipilih warga Jakarta dalam pemilihan secara langsung, sempat memberikan angin segar akan sebuah perubahan. Hal ini juga sejalan dengan slogan yang di usung pasangan Jokowi Basuki yakni Jakarta Baru.

Masalah transportasi menjadi salah satu prioritas yang harus dibenahi oleh Jokowi dan Basuki. Ketersediaan sarana transportasi yang bisa mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak seperti MRT dan Bus Way menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan. Harapan agar tersedianya transportasi yang nyaman dan bebas macet mulai menampakkan hasil yang menggembirakan setelah proyek MRT mulai beroperasi dan jalur bus way yang terus disterilkan dari para pengemudi nakal.

Harapan akan tersedianya tranportasi yang nyaman dan bebas macet semakin cerah tatkala pemerintah melakukan pembelian ratusan Bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) melalui proses tender yang dilakukan oleh dinas perhubungan. Namun harapan tersebut buyar tatkala kedatangan gelombang pertama Bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB). Hal ini disebabkan karena bus yang didatangkan dari Cina ternyata mempunyai kualitas yang buruk. Beberapa kendaraan sempat mogok saat belum lama beroperasi ditambah lagi beberapa komponen bus ada yang telah berkarat.

Permasalahan dibidang transportasi yang terjadi di Jakarta juga terjadi di Kota Manado (tak tahu dengan kota lain di Indonesia). Kemacetan sering menghiasi wajah ibukota provinsi Sulawesi Utara, bahkan warga sepertinya mulai “terbiasa” terperangkap di dalam kendaraan. Pertumbuhan kendaraan yang begitu cepat apalagi ditambah semakin mudahnya masyarakat mendapatkan kendaraan dengan cara kredit plus tersedianya mobil dengan harga yang murah tidak diimbangi dengan pembangunan jalan yang baru.

Dan salah satu penyebab kemacetan di Kota Manadoyaitu para pengendara kendaraan bermotor yang tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas yang bertebaran di jalanan (namun saya rasa ini bukan hanya terjadi di Manado). Rambu-rambu lalu lintas seolah-olah hanya menjadi pajangan tanpa fungsi. Lihat saja yang terjadi di sekitar Kawasan Megamass Manado. Tanda larangan saja tidak diindahkan oleh para pengguna kendaraan bermotor terlebih kendaraan roda dua yang parkir sembarangan, bahkan diparkir di bawah tanda DILARANG PARKIR.

Berbagai hal dilakukan oleh pemerintah Kota Manado dibawah pimpinan Walikota Dr. Vicky Lumentut  dan Dr. Harley Mangindaan untuk mengurai kemacetan di Kota Manado termasuk dengan melakukan rekayasa lalu lintas meskipun kenyataannya tidak pernah berhasil sepenuhnya mengurangi kemacetan dikarenakan ruas jalan didalam kota Manado yang tidak pernah bertambah dan sarana trasnportasi massal yang tidak tersedia.

Jalur Boulevard yang dulunya merupakan jalur yang mudah dilalui alias bebas macet, kini tak seperti dulu lagi. Kawasan bisnis atau yang lebih akrab ditelinga warga dengan Boulevard kini merupakan penyumbang titik lokasi kemacetan di Kota Manado.  Jalan lingkar baru (Boulevard 2) yang dahulu sempat didengungkan ternyata hanya sebatas didengungkan saja dan perlahan gemanya mulai tak terdengar lagi.

Kalau Jakarta punya TransJakarta, Manado juga punya Trans Kawanua. Tapi sayang, keberadaan Trans Kawanua yang awalnya diharapkan dapat mengurangi kemacetan justru tak lebih baik dengan TransJakarta. Bahkan bisa dikatakan TransJakarta sangat jauh lebih baik dari Trans Kawanua. Bus yang diharapkan bisa mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak, semakin sulit saya temui di jalanan. Bahkan halte bus Trans Kawanua keberadaannya sudah sangat memprihatinkan.

Beberapa halte Trans Kawanua menjadi tempat berteduh para pengemis & gelandangan, tempat para seniman liar mengekspresikan dirinya (penuh  dengan coretan-coretan) hingga tempat latihan tolak peluru (kaca pecah berantakan akibat ulang oknum yang tidak bertanggung jawab). Bahkan warga dengan keterbelakangan mental, para pemulung menjadikan tempat perhentian Bus Trans Kawanua ini sebagai rumah mereka.

Trans Kawanua dan fasilitas pendukung bukannya menjadi solusi kemacetan namun justru semakin memperburuk wajah kota Manado yang sempat mentasbihkan dirinya sebagai Kota Model Eko Wisata. Bagaimana Manado bisa menjadi tujuan wisata jika kemacetan semakin bertambah dan fasilitas yang diharapkan bisa untuk mengurai kemacetan justru menjadi bumerang terhadap dunia pariwisata?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun