Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Madin, Mantab Jiwa

22 Agustus 2017   11:37 Diperbarui: 22 Agustus 2017   14:05 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal menarik untuk dicermati bersama, perihal isu pendidikan dalam tiga bulan terakhir adalah kebijakan Full Day School (FDS). Permendikbud No. 23 tahun 2017 adalah dasar untuk menjadikan penyulut dari semua polemik bersama ini. Bahkan tidak tanggung-tanggung, polemik ini telah menyeret dua raksasa struktur sosial di Indonesia, NU dan MD. Pengaitan NU dan MD ini sesuai dengan tren berita dewasa ini yang cenderung menghubungkan dua ormas di atas (lihat link).

Mengapa hal ini terjadi?

 

Hingga saat ini posisi Menteri Pendidikan di Indonesia masih menjadi barang mewah. Ibarat buah, kursi panas ini sedang ranum-ranumnya. Mereka yang hobby politik, jabatan Menteri Pendidikan adalah penyokong suara terbesar saat Pilpres. Bayangkan saja, jika semua lini lembaga pendidikan dapat dikendalikan cara pandang politiknya, maka muaranya akan tertuju pada satu kepentingan, tapi itu kalau mulus rencananya.

Selain itu, mereka yang hobby melirik investasi, juga cukup interest dengan kursi panas struktur kementrian ini. Bayangkan saja, ketika semua sekolah diberbagai jenjang melakukan renovasi gedung, ketika semua sekolah belanja barang, dan ketika semua sekolah belanja tenaga kerja. Jelas, ini adalah sasaran empuk.

Dari dua pandangan di atas, maka cukup masuk akal jika ide Full Day School di masak dan di goreng dengan lembut hingga menjadi sebuah kebijakan. Karena dengan mulusnya kebijakan di atas, akan memanen dua keuntungan, yaitu keuntungan kekuasaan dan keuntungan kesejahteraan.

Selain dua hal di atas, ada juga faktor pemicunya, yaitu faktor tren dan gaya hidup. Faktor tren dapat dilihat banyaknya instansi yang dihari sabtu dan minggu, libur. Mereka yang libur di hari tersebut, biasanya digunakan untuk berlibur ke sana dan kemari. Tren inilah yang mau tidak mau, suka tidak suka, banyak memberi pengaruh terhadap kebijakan struktur yang ada, termasuk sekolah. Bayangkan saja, dengan libur di hari sabtu dan minggu, para guru dan keluarganya, para siswa dan keluarganya, dapat berlibur ke sana ke mari. Minimal kalau tidak berlibur, mereka dapat mensantai ria di rumah masing-masing. Bagian ini juga menarik untuk dicermati, khususnya bagi kalangan politisi. Dengan libur di hari sabtu dan minggu, para politisi dapat berkumpul bersama, mulai dari rapat partai hingga merapatkan barisan untuk memenangkan pemilu. Konsolidasi dan suksesi semakin marak, terlebih mendekati ajang pilpres. Beda dengan pedagang asongan yang biasa jualan di depan sekolah, dijamin gigit jari karena pangsa pasarnya hilang sehari.

Namun ada faktor lagi yang menarik untuk dicermati, yaitu faktor pemuas diri guru. Dapat dibilang, walau belum ada survey tentang ini, semua guru yang kurang jam mengajar, akan gembira menyambut kebijakan ini. Terlebih sekolah-sekolah yang guru sertifikasinya masih lari ke sana dan ke mari untuk menggenapi jam wajib mengajar sertifikasi. Cukup di satu sekolah, tidak susah wirawiri, tidak kehilangan uang bensin, cukup stanbay di satu sekolah, sertifikasi dijamin cair ngacir. 

Jika faktor-faktor di atas memang benar dalam memicu lahirnya kebijakan Full Day School dan pemberlakuannya, maka yang perlu diluruskan adalah  menanyakan kembali pesan dari faktor-faktor tersebut. Dengan menanyakan kembali faktor-faktor di atas, kualitas sang menteri akan diuji dan teruji. Mari kita uji.

Pertama, faktor politik yang jelas bermuara pada kekuasaan. Kedua faktor investasi yang bermuara pada kesejahteraan. Ketiga faktor tren dan gaya hidup yang bermuara pada kefoya-foyaan. Keempat faktor pemuas yang bermuara pada keberlimpahan. Jika kita setuju dengan hal tersebut, maka ada empat karakter yang dibangun dalam diri menteri pendidikan, yaitu ingin berkuasa, ingin sejahtera, ingin foya-foya, dan ingin berlimpah harta. Entah benar atau tidak, yang jelas empat karakter di atas akan diteruji dengan bagaimana nasib kebijakan Full Day School di esok hari.

Mengapa polemik ini terkesan ada pembiaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun