Mohon tunggu...
Erwin Silaban
Erwin Silaban Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Indonesia dari seberang lautan. Deutsch-Indonesischer Brückenbauer. Penghubung Indonesia-Jerman

Dosen di School of International Business, Hochschule Bremen, Jerman. Anak rantau dari Hutajulu, Dolok Sanggul, SUMUT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Gubernur Bremen (der Buergermeister von Bremen), Jerman, Diulosi oleh Komunitas Batak

17 Januari 2021   03:41 Diperbarui: 18 Januari 2021   02:25 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook Dr. Carsten Sieling. Cukup lama foto-foto konser tersebut dipajang dalam akun facebook-nya.

 Kalau kita mendengar kata ulos, maka kita langsung mengasosiasikannya dengan suku Batak dari Tapanuli, Sumatera Utara, dan tentu saja dengan Danau Toba. Bagi masyarakat Indonesia lainnya, ulos adalah kain tenunan khas Batak dengan motif, corak dan warna tertentu. Ulos adalah kata dari bahasa Batak. Secara umum arti ulos dalam bahasa Indonesia adalah selimut, yang kita pakai untuk tidur. Dalam arti khusus ulos adalah kain tradisional Batak dalam acara adat, yang misalnya:

1. dipakai/disandangkan di bahu baik laki-laki maupun wanita;

2. diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

Dalam tatanan masyarakat Batak, ulos mempunya arti filosifis yang sangat dalam, bukan hanya pada pemberi ulos, tetapi juga penerima ulos. Dalam acara adat atau pesta masyarakat Batak, ulos mempunyai peranan yang sentral. Bahkan acara tertentu tak akan bisa berlangsung tanpa adanya ulos.

Ulos merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Batak. Pepatah Batak mengatakan "ijuk pangihut ni hondong, ulos pangihot ni holong" yang dalam bahasa Indonesia berarti "ijuk adalah pengikat pelepah dan batangnya, ulos adalah tanda kasih sayang sesama manusia", dalam bahasa Jerman berarti: Die Palmfasern sind die Binder fuer Staengel am Stamm, und das Ulos-Tuch ist das Zeichen der Menschenliebe.

Dalam kehidupan orang Batak ulos mempunyai peranan yang sentral dan penting. Pada acara adat setiap orang dewasa (yang sudah menikah) selalu memakai ulos. Untuk setiap acara selalu ada ulos dengan motif dan warna tertentu. Bahkan ada warna dan motif yang hanya boleh dipakai oleh orang yang sudah punya cucu. Dari mulai sebelum lahir hingga pada kematian, seseorang selalu mendapat ulos. Bahkan pada saat masih mengandung calon ibu sudah diberi ulos oleh orangtuanya untuk calon bayi yang akan lahir.

Dalam acara adat Batak biasanya yang diberikan adalah ulos sebagai hadiah, sebagai tanda holong (kasih sayang). Arti pemberian ulos ini kira-kira adalah, bahwa pemberi ulos akan selalu beserta penerima ulos dan Tuhan selalu menyertai penerima ulos. Acara pemberian ulos ini disebut mangulosi, memberi ulos.

Pada acara pernikahan misalnya, orangtua mempelai wanita akan memberikan ulos kepada kedua mempelai, yang disandangkan pada bahu kedua mempelai. Maknanya adalah kedua mempelai itu mulai sekarang sudah menjadi satu, disatukan oleh ulos yang dihempangkan di pundak mereka berdua. Kerabat dan undangan yang lain akan bergantian mangulosi sesuai dengan urutan kekerabatan. Pada akhir acara pernikahan berkarung-karung ulos akan dibawa pulang oleh kedua mempelai.

Ulos tidak hanya diberikan kepada sesama orang Batak, tetapi juga kepada seseorang yang menjadi tamu orang Batak. Tidak jarang kita lihat misalnya seorang pejabat, baik orang Batak maupun bukan orang Batak yang berkunjung ke desa atau daerah Batak tertentu, diberi oleh ulos oleh pemuka desa/daerah tersebut. Pemberian ulos ini merupakan wujud penghormatan dan tanda terima kasih kepada penerima ulos tersebut. Tentu saja itu juga merupakan bentuk kasih sayang masyarakat setempat.

Ritual mangulosi, pemberian ulos, ini juga tetap diteruskan dan dilaksanakan oleh komunitas Batak di luar negeri. Adat tentu saja tidak lekang karena waktu dan tempat. Demikian halnya juga dengan warga diaspora Batak di Negara Bagian Bremen, Jerman, juga memberikan ulos atau mangulosi.  

Acara mangulosi di Bremen diadakan ketika Kelompok Padua Suara "Consolatio Choir USU" dari Universitas Sumatera Utara, Medan, bertandang ke Bremen dan mengadakan konser selama tiga hari tanggal 9 -- 11 Juni 2017. Kedatangan Kelompok Paduan Suara "Consolatio Choir USU" dan penyelenggaraan rangkaian konser tersebut diprakarsai oleh Diaspora Indonesia in Bremen e.V., yang merupakan ormas diaspora Indonesia di Bremen dan sudah berbadan hukum Jerman, yaitu e.V. (eingetragener Verein).  Diaspora Indonesia in Bremen e.V. merupakan wadah berbagai suku dan lintas agama untuk diaspora Indonesia di Bremen dan sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun