Mohon tunggu...
Erwin Hariadi Simamora
Erwin Hariadi Simamora Mohon Tunggu... Penulis - Erwin Hariadi Simamora, S.H

Alumni Fakultas Hukum Universitas Riau, Angkatan Tahun 2016, Dengan Program Kekhususan Hukum Pidana, Founder: Kepoin Hukum id (@kepoin_hukum)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Daftar Pencarian Orang (DPO) atau Buronan Tidak Bisa Mengajukan Praperadilan?

7 Juli 2020   20:34 Diperbarui: 5 Juni 2021   16:28 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            

Dalam sistem peradilan pidana terdapat beberapa subsistem. masing-masing subsistem tersebut memiliki hubungan antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lainnya. masing-masing subsitem tersebut adalah kepolisian, kejaksaan, pengdailan, dan lembaga pemasyarakatan atau yang kita kenal dengan nama Lapas. Lapas sendiri berbeda dengan Rutan. Orang yang berada didalam Lapas sudah tentu orang yang menjalani hukuman dengn pembinaan sehingga ketika kembali kedalam masyarakat dapat menjadi orang yang baik. Sedangkan rutan itu sendiri adalah rumah yang ditempatkan khsusus untuk para tahanan. Rutan itu sendiri merupakan Rumah tahanan negara.

Untuk penahanan itu sendiri dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. tahanan diberikan sesuai dengan keweangan masing-masing dari lembaga subsistem peradilan pidana. Dalam tingkat penahanan oleh kepolisian dilakukan dengan alasan untuk mencegah tersangka menghilangkan alat bukti, mencegah tersangka melarikan diri serta mencegah terjadinya tindak pidana yang baru. Orang yang ditahan tersebut haruslah orang-orang yang memenuhi unsur objektif yaitu orang yang hukumannya diancam 5 tahun penjara atau lebih serta yang tersbut dalam Pasal 21 ayat 4 poin 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penahanan itu sendiri masuk dalam salah satu bentuk upaya paksa yang dimiliki oleh penegak hukum.

Ketika terjadinya tindak pidana, maka korban yang melapor wajib membuat laporan dikepolisian. laporan tersebut akan ditindak lanjuti oleh reserse kriminal. dalam membuat laporan, pelapor akan diberikan nomor tanda laporan yang ditandatangani oleh pejabat kepolisian. Dalam melakukan tindakannya, pihak kepolisian akan melakukan serangkaian tindakan seperti penyelidikan dan penyidikan, hal ini dilakukan untuk menemukan tersangka dan alat bukti, yang mana alat bukti dan tersangka nantinya diserahkan kepada kejaksaan bila berkas sudah dinyatakan lengkap (P-21).

Dalam mengungkap tindak pidana, seringkali kepolisian mengalami kendala yaitu pelaku berusaha melarikan diri dan menggunakan cara-cara tidak benar untuk mengelabui pejabat kepolisian. yang mana tujuannya adalah untuk  bagaimana supaya kasus tersebut tidak bisa diungkap. Oleh sebab itu para pelaku berusaha untuk supaya tidak dihukum. Dalam pasal 89 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mana merupakan objek praperadilan yaitu sah atau tudaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penggeladahan dan sah atau tidaknya penyitaan.

Pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014, ruang lingkup objek praperadilan diperluas dengan menambah satu objek lagi yaitu sah atau tidaknya penetapan tersangka. dengan bertambahnya objek praperadilan tersebut maka siapa saja bisa mengajukan praperadilan asalkan sesuai objeknya. perihal dikabulkan atau tidaknya itu dikembalikan kepada majelis hakim, dalam hal ini hakim tunggal. Pada saat melakukan praperadilan, praperadilan bukan membahas objek perkara hanya membahas tentang prosedur yang dilakukan oleh penegak hukum sudah benar atau tidak. 

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah sebelum tahun 2018, banyak orang yang menjadi buronan atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), ketika mereka mengajukan praperadilan masih saja hakim menerima permohonan mereka. Maka, untuk megakomodir hal tersebut supaya para pelaku mau bekerjasama dengan pihak penyidik. Mahkamah Agung (MA) menegluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018, yang mana bunyinya adalah orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan tidak bisa mengajukan praperadilan. Hal ini terjadi untuk menutup celah hukum bagi tersangka. Meskipun hal itu terjadi tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah yang artinya sebeblum ada putusan pengadilan tidak boleh seseorang dinyatakan bersalah. karena konsep yang kita pakai adalah konsep due process model. Due process model itu adalah dalam melakukan penghukuman terhadap seseorang harus memperhatikan hak-hak tersangka atau terdakwa.

Penulis sendiri mendukung penuh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2018, dikarenakan supaya pengungkapan tindak pidana tidak larut dan lama, Sehingga tersangka mau bekerjasama untuk kebaikan bersama.

terimakasih....

Erwin Hariadi Simamora,S.H ( Alumni Fakultas Hukum Universitas Riau )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun