Mohon tunggu...
Erwin Faza
Erwin Faza Mohon Tunggu... Administrasi - Berkeluarga dengan 5 anak. Bekerja dan tinggal di Perth

Berkeluarga dengan 5 anak. Bekerja dan tinggal di Perth

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bergetarnya Langit, Bergemuruhnya Malaikat

3 Juni 2013   17:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:35 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

langit berduka mengiringi kesedihan Rasulullah SAW. Benteng itu sudah roboh seiring dengan hilangnya hembusan nafas sang paman. Ruh itu pergi tanpa mengucapkan kalimat Tauhid. Walaupun sang Nabi telah membujuknya dan berkata : wahai paman, ucapkanlah Laa Ilaha IllaLLah......satu kalimat yang dapat engkau jadikan hujjah di sisi Allah....tapi..., mulut sang paman seakan terkunci rapat. Lidahnya kelu untuk mengucapkan satu kalimat yang agung. Dan sang benteng dakwah itupun tetap berada pada agama leluhurnya hingga akhir hayatnya. Tak ada yang mampu menolongnya, tak ada yang mampu memberinya hidayah. Semuanya hanyalah milik Allah SWT dan berjalan sesuai dengan kehendakNya.....
Duka kembali menyelimuti Rasulullah SAW. Lara itu menyapa jiwa yang bersih dan agung dengan lembut. Sang istri telah kembali kepada Sang Pencipta. Dialah wanita yang agung, anugerah terindah dan salah satu nikmat yang besar yang dikaruniai Allah SWT untuk NabiNya. Dialah yang menyayangi beliau dikala resah, menolong beliau pada saat-saat kritis, dan mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat.
Nabipun bersedih, perasaan duka dan lara yang tercampur dengan cobaan dan gangguan dari orang-orang bodoh dan dungu. Tak ada lagi orang yang memberinya perlindungan. Tak ada lagi sang paman yang selalu memberinya pertolongan. Tak ada lagi sang istri yang selalu menghiburnya dan yang selalu membenarkannya. Hari demi hari, waktu demi waktu, orang-orang musryik itu terus menerus menyakiti Rasullulah SAW. Sehingga, Fatimah, putri beliaupun menangis, ketika membersihkan debu-debu yang memenuhi kepala sang Nabi. Tetapi dengan lembut Nabipun berkata : tak perlu menangis wahai putriku, karena Allah akan melindungi bapakmu....
Thaif, kota yang berjarak 60 mil dari kota mekkah telah menjadi harapan baru bagi dakwah Nabi. Kota yang berjarak hampir 100 km itu dicapai dengan berjalan kaki, menyelusuri gurun pasir yang panas, mengarungi lautan pasir yang tidak bersahabat dengan sengatan sinar matahari yang terik. Tidak keluar sama sekali dari lidahnya kata-kata penyesalan. Tidak tergumam sedikitpun keluh kesah. tidak terdengar sedikitpun gerutu dan  kekesalan.Setiap langkah yang diayunkannya adalah dzikir. Setiap desah nafasnya adalah syukur. Setiap tapak kaki yang membekas adalah tawwakal dan sabar. Di kota Thaif, belum sempat istirahat, dengan keringat yang masih membasahi wajahnya yang lembut dan sejuk, beliau sudah mendapat sambutan yang sangat menyakitkan. Cercaan dan caci maki begitu mudahnya keluar dari mulut-mulut penduduk thoif kepada sang Nabi. Akhirnya, setiap orang di kota ini berkumpul dan berkerumun, berencana untuk mengusir Nabi dari Thoif. Penduduk thoif, kemudian membentuk dua barisan, dan
melemparkan batu ke arah beliau. Sayang, batu-batu itu tidak bisa bicara dan tidak bisa mengelak. Tentu tidak rela sang batu itu menyentuh wajah beliau, sehingga mengalirlah darah dari wajahnya, Tentu batu-batu itu akan menangis, tentu batu-batu itu akan berteriak, ketika melukai kepala Nabi Muhammad SAW. Tidak sewajarnya...tidak sepatutnya, tidak seharusnya........, tapi batu2 itu hanya membisu, terdiam.

Zaid bin Harisah, pembantu beliau pun membentengi Nabi dengan badannya. Lagi, batu-batu itupun melukai badan Zaid. Satu,dua,tiga, entah berapa banyak luka yang menggores badannya. Terus dan terus, hingga keduanya berada di kebun milik Utbah dan Syaibah, berjarak 3 mil dari thaif, hujan batupun berhenti. Rasulullahpun kemudian mendatangi sebatang pohon anggur dan duduk dibawah rerimbunannya. Dan..........Rasulullah pun berdo'a. Inilah do'a yang sangat indah, do'a yang sangat menyentuh hati. Inilah do'a yang menggetarkan jiwa orang yang mendengarnya. Inilah do'a yang didengar oleh
penduduk langit. Yang membuat para malaikat bergemuruh, dan langit bergetar. Do'a ini menunjukkan betapa duka dan lara yang memenuhi hati beliau. Do'a inipun yang menggambarkan hati Rasulullah sesungguhnya pada saat itu. Tetapi, do'a inipun menunjukkan kesabaran beliau, ketawwakalan dan krendahan hati beliau. Saat itu, beliau pun berdo'a dengan penuh kusyhu; :
Allahumma ilayka Asykuu Dhu'fa Quwwatii....
Ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadu kelemahan kekuatanku,
Wa qillata hiilatii wa hawaanii 'alaa nnaas.......kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia....
Yaa Arhamar Roohimiin, Anta Robbul Mustadh'afiin...Wahai Yang paling Pengasih diantara para pengasih, Engkau adalah Rabb orang-orang yang lemah......Wa Anta Robbiii...dan Engkaulah Rabb-ku...

Ilaa man takillunii...kepada siapa hendak Engkau serahkan diriku.....
Ilaa Ba'iidin yatajahhamuniii...? am ilaa 'aduwwin malaktahuu amri....kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai urusanku ?
In lam yakun bika 'alayya ghodobun, falaa ubaalii...
asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli....
Walaakin 'aafiyatuka hiya au sa'u lii, sebab sungguh teramat luas afiat yang Engkau limpahkan kepadaku......
A'udzu binuuri wajhikalladzii Asyroqat lahudzulumaat, wa sholuha 'alaihi amrudunya wal akhirah min an tunazila bii ghodobaka au yahulla 'alayya sakhothuka......
Aku berlindung dari cahaya wajahMuy yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahan-Mu kepadaku atau murka kepadaku.
Lakal'utba hatta tardoo...wa laa haula walaa quwwata illa bika...
Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridho. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu.

Inilah do'a yang di ucapkan oleh Rasulullah SAW dengan penuh tawadhu dan keridhoan akan takdirNya, kerelaan atas kehendakNya, dan optimisme dalam setiap desahan kata katanya. Lalu, bagaimanakah dengan do'a kita?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun