Saat ini biaya sekolah dasar dan menengah memang gratis, tetapi karena kemiskinan, mereka tidak sanggup membiayai kehidupan sehari -- hari maka terpaksa anak ikut membantu orang tuanya mencari nafkah. Juga sudah merupakan budaya di sebagian masyarakat kita, anak harus membantu orang tua mencari nafkah.
Pemerintah harus menanganinya sebab anak -- anak ini merupakan asset dan harapan bangsa di masa depan. Penarikan pekerja anak untuk bersekolah sebagai bagian dari penyiapan sumber daya manusia berkualitas di masa depan.
Sejak dua tahun lalu , Asep Gunawan telah membuat grand desain program pengurangan pekerja anak yaitu menarik anak ke sekolah sekaligus "menarik" orang tuanya untuk masuk pelatihan dan pembekalan wirausaha.Pola ini dilakukan karena akar masalah pekerja anak karena orang tuanya tidak bekerja atau tidak memiliki usaha tetap. Maka jika hanya menarik anaknya saja ke sekolah,sementara orang tuanya tidak punya penghasilan, maka besar kemungkinan anak kembali bekerja. Â Â Â
Akar masalahnya harus diselesaikan yaitu orang tuanya harus diperhatikan dengan diberikan pembekalan kewiraswastaan  dan anak berumur 15 -- 17 tahun diberikan pelatihan ketrampilan di selter Balai Latihan Kerja ( BLK) selama 30 hari sebelum mereka dikembalikan ke dunia pendidikan, agar si anak telah memiliki ketrampilan teknis saat terpaksa bekerja kembali.
Untuk kegiatan ini diperlukan sinergitas di internal Kementeian Ketenagakerjaan yaitu dengan melibatkan Direktorat Jenderal Pembinaa Pelatihan dan Produktivitas ( Binalattas) untuk pelatihan pada anak -- anak  dan  Direktorat Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta&PKK) untuk pembekalan dan pendampingan wirausaha bagi orang tua anak. Sinergitas juga dilakukan dengan sejumlah kementerian dan lembaga.
Diketahui, pekerja anak umumnya ada disektor pertanian, perkebunan dan konstruksi. Maka pihak Kemnaker merangkul asosiasi -- asosiasi perusahaan yang bererak dibidang itu  agar mereka ikut dalam program pengurangan pekerja anak. Seperti dilakukan di Nusa Tenggar Barat (NTB) belum lama ini. Kerjasama dilakukan dengan pihakasosiasi  industri tembakau dan diadakan di Rumah Pintar untuk anak -- anak usia sekolah.Â
Hasilnya, menurut Asep Gunawan cukup menggembirakan. Di Rumah Pintar di Lombok Timur, NTB, anak -- anak yang ditarik dari dunia kerja itu, bisa memilih pelajaran yang disukainya  dari mulai seni kearifan lokal, bahasa dan ketrampilan lainnya dan dengan metode ini  ternyata mereka mampu belajar mandiri dengan bimbingan pemerhati anak.  Di ujung pembelajaran, anak petani tembakau mempraktekkan kemampuannya menjadi pembawa acara dalam bahasa inggeris yang fasih dan lancar.
Asep Gunawan menekankan untuk menangani pekerja anak memang dibutuhkan sinergitas antar sektor di internal kementerian dan kerjasama lintas kementerian dan lembaga serta dengan pihak swasta/masyakarakat. Â *****