Mohon tunggu...
Irfaan Sanoesi
Irfaan Sanoesi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar seumur hidup

Senang corat-coret siapa tahu nama jadi awet

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Papua Diciptakan Saat Tuhan Tersenyum

30 Agustus 2019   15:11 Diperbarui: 30 Agustus 2019   15:27 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Duka Papua adalah duka bangsa Indonesia. Kita mengutuk segala macam bentuk rasisme yang mengoyak kemanusiaan. Tak satu pun makhluk di atas muka bumi ini memiliki keistimewaan antara satu dengan yang lain. Semuanya sama. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.

Papua merupakan serpihan surga dunia yang diciptakan Tuhan di atas bumi Cenderawasih. Kekayaan alamnya melimpah ruah, berbanding lurus dengan kekayaan kebudayaan dan tradisinya. Masyarakat Papua representasi manusia ideal yang selaras dan harmoni dengan alam.

Ketika alamnya dieksploitasi oleh segelintir orang, masyarakat Papua dapat merasakan betapa tak berdayanya bumi menahan sakit akibat keserakahan manusia modern. Sejatinya orang-orang Papua ingin terus menjaga ekosistem alam namun ganasnya "kerukan" korporasi menyebabkan Papua dipeluk Indonesia dengan darah dan air mata yang berkepanjangan.

Entah sudah berapa besar Papua telah menyumbangkan pundi-pundi dollar masuk ke kas negara lain sementara masyarakatnya terus berkutat di atas garis kemiskinan. Kekayaan alam yang dimiliki Papua hanya untuk membuat kaya kelompok itu-itu saja. Pemerintah setengah hati mensejahterakan masyarakat Papua dan membiarkan jurang pemisah yang bernama kemiskinan struktural itu kian menganga.

Sekian lama pemerintahan sili berganti, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memberikan asa dan harapan bagi masyarakat Papua. Pembangunan infrastruktur dikebut,  harga BBM terus diupayakan satu harga seperti di Pulau Jawa. Harga semen dipangkas untuk mendekatkan jarak harga yang begitu besar. Tak hanya itu, Papua diberikan otonomi daerah khusus dengan mendapatkan anggaran dari Pemerintah Pusat lebis besar dari pada provinsi lain di Indonesia.

Melihat fenomena kerusuhan di tanah Papua khususnya di Kabupaten Deiyay kemarin, hati saya langsung merintih sedih apalagi setelah melihat gambar korban dari anggota TNI yang gugur dengan keadaan wajah berdarah akibat dirobek dengan parang serta kepalanya sudah tertusuk oleh panah yang terbuat dari bambu.

Kerusuhan itu terjadi akibat sebuah unjuk rasa oleh 100 penduduk setempat di depan Kantor Bupati Deiyai, Papua pada hari Rabu 28 Agustus 2019 terkait buntut dari isu rasisme dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya. Unjuk rasa tersebut kemudian berubah menjadi kekerasan ketika kelompok terpisah lebih dari 1000 orang yang dipersenjatai dengan parang dan panah menyerang petugas keamanan.

Kelompok bersenjata tersebut kemudian menyerang tentara sehingga menimbulkan seorang tentara tewas, lima personel keamanan yang terdiri dari anggota TNI dan Polisi terluka, kemudian dua warga sipil tewas akibat luka dari panah kelompok bersenjata, dan yang lainnya meninggal karena luka tembak.

Betul kata Menko Polhukam Wiranto, pemerintah mengkhawatirkan kerusuhan Papua dan Papua Barat ditunggangi oleh pihak lain. Jika itu kelompok bersenjata separatis, kita mendorong pemerintah agar melakukan tindakan tegas karena tak jarang warga sipil hingga aparat keamanan yang menjadi korban. Melindungi segenap warga Papua dan menjaga Papua agar tidak lepas dari pangkuan ibu pertiwi.

Kita patut memberikan apresiasi terhadap Menko Polhukam Wiranto bersama dengan TNI dan Polri terus bersinergis dalam upaya menjaga keamanan nasional. Apresiasi juga patut diberikan kepada Panglima TNI dan Kapolri yang membuka ruang dialog dialog bersama kepala adat, tokoh agama, pemuda dan masyarakat Papua demi mendinginkan suasana. 

Dialog ini amat penting sebagai pendekatan kultural mencari solusi terbaik untuk masalah Papua. Dialog ini juga membuktikan bahwa pemerintah memprioritaskan pendekatan persuasif dari pada aksi represif mengatasi masalah Papua.

Tuntutan referendum sudah tidak tepat lagi karena Papua baru saja memulai merasakan manisnya pembangunan. Dan selamanya akan menjadi bagian integral wilayah NKRI. Saya meyakini dengan haqqul yakin bahwa hati masyarakat tetap merah putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun