Mohon tunggu...
Irfaan Sanoesi
Irfaan Sanoesi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar seumur hidup

Senang corat-coret siapa tahu nama jadi awet

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reuni Alumni 212 yang Fenomenal

3 Desember 2018   13:36 Diperbarui: 3 Desember 2018   13:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Reuni 212 membawa gairah segar keberagamaan masyarakat Indonesia.  Reuni 212 berhasil menggerakkan massa berkumpul di satu titik, tugu Monumen Nasional (Monas) di Jakarta. Ada sisi positif yang patut disyukuri dari reuni 212 itu. Setidaknya nilai konservatisme Islam terjaga yang berusaha diwujudkan ke dalam berbagai ekspresi keberagamaan.

Para peserta reuni 212 merasakan terbangunnya solidaritas dan persaudaraan (ukhuwwah) yang kuat di antara sesama mereka. Bagaimana tidak, peserta reuni 212 itu dihadiri tak hanya berasal dari kota-kota di Jobodetabek, tapi juga dihadiri dari daerah-daerah seperti; Ciamis, Garut, Tasikmalaya, Brebes, bahkan Lampung. Mereka yang berasal dari jauh semakin terbentuk ikatan emosional ketika mereka saling membantu berbagai kebutuhan mereka. Mulai dari kebutuhan konsumsi, akomodasi hingga transportasi.

Senada dengan para peserta lain, seorang kawan mengakui dengan mengikuti acara reuni 212 dia merasakan kedamaian. Bisa bertemu saudara seiman dari berbagai penjuru daerah. Terpenting adalah merasakan kepuasan batin tersendiri karena telah membela agama Allah.

Fenomena sosial dari reuni 212 menunjukkan bahwa umat muslim Indonesia memiliki potensi dan kekuatan besar untuk ikut andil menyelesaikan "penyakit-penyakit" kronis yang menggerogoti ibu pertiwi.", seperti kemiskinan, korupsi, kesenjangan sosial, diskriminasi penegaklan hukum dan kebodohan.

Namun demikian, reuni 212 dicederai oleh aksi-aksi jargon politik dan kapitalisasi ujaran kebencian. Jargon politik 2019 ganti presiden dan lagu "raja bohong" bergema di antara lautan manusia. Timses jeli memanfaatkan kehadiran para peserta untuk mengampanyekan salah satu kandidat capres.

Lebih ironi lagi kegiatan reuni 212 yang seharusnya memperkuat tenun kebangsaan kita, dikotori oleh orator-orator yang menyulut provokasi dan mengandung ujaran kebencian. Narasi anti-ulama tetap saja disematkan kepada Presiden Joko Widodo. Kriminalisasi ulama dan tidak berpihak pada umat muslim jadi topik utama di setiap aksi yang berjilid-jilid.

Maka tak heran sebelum pelaksanaan reuni, banyak pihak yang menengarai bahwa reuni 212 bernuansa politis. Apalagi jika dilihat dari susunan panitia reuni 212 juga menduduki jabatan strategis di tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Contohnya Ketua PA 212, Slamet Maarif dan al-Khathathat sebagai ketua SC Reuni 212 menduduki posisi sebagai Wakil Ketua BPN dan Juru Kampanye Prabowo-Sandi.

Karena itu juga barangkali yang menyebabkan panitia batal mengundang Presiden Joko Widodo untuk hadir di reuni 212 dan digantikan oleh Prabowo Subianto sebagai Tamu Kehormatan.  Padahal pada tahun 2016 Presiden Jokowi hadir di aksi 212. Begitu pun dengan KH. Ma'ruf yang ikut serta dari awal sampe akhir acara. Mereka berdua bisa dikatakan sebagai alumi aksi 212 juga.

Jika demikian, maka persepsi politis terhadap kegiatan reuni 212 tak terhindarkan. Para peserta hanya dijadikan alat politik panitia reuni yang notebene merupakan tim Badan Pemenangan Pemilu (BPN) Prabowo-Sandi. Mereka sengaja mengarahkan euforia keberagamaan umat muslim untuk kepentingan politik praktis sehingga ceramah-ceramah yang disampaikannya pun bukan ajakan untuk berbuat kebaikan. Melainkan menghasut dan menghujat terhadap Presiden Jokowi, pemerintahan resmi.

Segala daya dan upaya kinerja Pemerintahan Presiden Jokowi tak akan berarti di mata mereka. Di kancah internasional misalnya, Presiden Jokowi selalu mendukung kemerdekaan Palestina. Kasus terakhir Presiden Jokowi tak setuju Australia pindahkan Kedubes Israel ke Yerussalem.  

Di di tiap kali blusukan ke daerah-daerah, Presiden Jokowi menyempatkan silaturahmi di banyak pesantren, mendirikan bank mikro wakaf untuk menopang ekonomi keumatan, menetapkan hari santri dan puncaknya adalah memilih Wakil Presiden dari kalangan ulama.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun