Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Abad dan Seterusnya NU Tetap Merawat NKRI

8 Februari 2023   18:29 Diperbarui: 8 Februari 2023   18:31 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menyaksikan perayaan hari lahir PB Nahdlatul Ulama (NU) ke 100 tahun di stadion Delta-Sidoarjo Jawa Timur lewat tayangan youtube dan TV rasanya haru, sekaligus bangga. Bukan hanya soal pidato yang menghipnotis dari ketua umum organisasi terbesar itu, yakni KH Yahya Cholil Staquf, tapi juga beragam aksi ditampilkan. 

Mulai dari pembacaan ayat suci Alquran, sholawat dari anak-anak, aksi Banser, dan lain-lain ormas NU, juga hiburan yang menampilkan, antara lain Slank, serta Twilite Orkestra, Adie MS.  Deny Malik, Tohpati, juga yang lainnya.

Rasanya baru kali ini melihat NU merayakan hari lahirnya begitu meriah, setelah hari lahir yang sama pernah diadakan secara bersar-besaran di Gelora Bung Karno pada tahun 1966, ketika berusia 40 tahun.

Satu abad bukan waktu pendek. Sejak kelahirannya NU selalu menjadi pengawal bagi Indonesia. Bahkan tatkala serangan bangsa Belanda yang membonceng sekutu untuk menjajah kembali, maka para kyai memfatwakan untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lalu 10 Nopemeber, kita kenang kemudian sebagai hari Pahlawan, dan seterusnya.

Begitu juga aktivitas di tengah-tengah masyarakat. Sejak usia 7 tahun di tahun 75 hingga 80an, aktivitas anak-anak senantiasa diisi oleh pelajaran agama Islam non formal di madrasah di saat siang hari, usai sekolah dasar umum di pagi harinya.

Penulis merasakan kehadiran peran para guru agama Islam (pengajian) dari kalangan pegiat NU. Apalagi bagi kalangan santri yang aslinya memang dari pendidikan di pesantren sudah tentu lebih paham tentang materi terkait pengetahuan agama Islam ini. Bahkan hingga kini, sampai anak dan cucu masih terus berjalan,dan  semakin maju.

Meski demikian, tantangan yang dihadapi NU memasuki abad kedua boleh jadi semakin berat. Era teknologi digitalisasi menjadi bagian dari aktivitas sosial kemasyarakatan umat sehari-hari yang butuh peran pula dari ormas terbesar di dunia ini. 

Belajar dari ekses negatif umat yang terbelah oleh kehadiran medsos saat Pilpres 2019 dengan istilah Cebong dan Kampret antara lain, menunjukkan satu dari sekian banyak pekerjaan rumah PB NU untuk menihilkannya. Karena bisa jadi kelompok yang saling berhadapan ini adalah umat Islam juga. 

Hal semacam ini bukan tidak mungkin akan terjadi lagi meski dengan varian istilah yang baru pada pilpres 2024. Kendati begitu soal kelompok yang saling berhadapan semacam ini yang punya tensi tinggi juga peran dari semua unsur masyarakat untuk menahan diri.

Memasuki abad kedua NU, tentu dengan doa dan ikhtiar para kyai yang tersebar di penjuru tanah air, Indonesia tetap akan terjaga. Kemajukan sebagai bangsa, berulangkali NU katakan ini sebagai sebuah karunia dari Allah SWT. Karunia semacam ini patut dijaga, dirawat, dan dilestarikan. Oleh karenanya hal itu acapkali dimanifestasikan oleh unsur NU dan umat Islam umumnya untuk bersikap toleran dan menghormati perbedaan.

Untuk itu, sebagai bagian dari umat islam, selamat hari lahir NU yang ke 100 tahun. Semoga NU tetap menjadi garda terdepan bagi kemajuan umat, dan merawat Indonesia dengan Bineka Tungga Ikanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun