Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumbal Jembatan

11 Januari 2023   20:19 Diperbarui: 11 Januari 2023   20:24 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Cukup dalam juga."

"Iya pak,"kata Rewang yang melangkah memunggungi mandor untuk mendekat pada bungkusan kain putih yang tebal dan besar. Bungkusan itu diikat menyerupai mayat yang sejak tadi dibawa dengan gerobak kecil, dan diletakkan di dekat lubang.

"Segera tanam pelan-pelan. Tolong minta maaf pada almarhum. Ini semua demi kebaikan masyarakat."

Rewang samar-samar mendengar perintah itu namun ia sudah meletakkan bungkusan tersebut untuk ditanamnya. Sementara mandor Bagja menyingkir dan menjauh.

Ia tidak mau tahu lagi urusan tumbal ini. Ia juga tampak gelisah dan merasa bersalah. Berkali-kali bibirnya bergetar.

Ia mengucapkan permintaan maaf atas kekejaman dirinya, juga Rewang yang punya nyali berdarah dingin ini. Kepada Tuhan ia pasrah.

Lima langkah dari situ Rewang menyusul mandor. Semua dikatakan padanya telah rapi dan tidak menimbulkan jejak. Namun mandor tidak menjawab. Ia melangkah lunglai yang disusul Rewang melangkah cepat seperti hendak berlari dengan gerobaknya. (Cerita Berlanjut)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun