Sejauh mata memandang, punggung bukit itu tidak terlihat lagi di waktu pagi. Ia diselimuti asap serupa kabut yang mulai membungkus tebal.
Padahal langit cerah ditingkahi angin yang berembus sedang dan tenang yang datang dari ujung lembah. Burung-burung pun tetap berkicau riang.
Asap putih itu hanya bergeser beriringan ketika angin meniupnya. Namun tidak jua mampu menampakkan punggungan bukit itu. Â Sementara pucuk pepohonan pinus yang menjulang bagai pagar juga samar-samar adanya.
Ia terlihat sudah tidak peduli sama sekali oleh kemauan orang-orang yang ingin memandang punggung bukit itu. Meski di sana kata mereka biasa ada kehidupan alamiah alam yang jarang ditemui di manapun.
Sebagaimana umumnya, udara sejuk di sini juga bukan hal yang istimewa bila ada di dataran tinggi semacam ini. Karenanya ia mampu mengundang siapapun yang ingin datang.
Namun siapa sangka asap putih yang ringan melangkah itu punya naluri dalam. Tidak semua manusia yang datang sekadar untuk menikmati keindahan alam yang terbentang di bukit ini. Mereka kadang ada yang sedang mengintip, mempelajari, lalu mengeksplorasi dan mengeksploitasi semaunya.
Hari ini asap putih serupa kabut itu ingin menunjukkan kuasanya.
Ia ingin menyembunyikan semua yang dipandang indah oleh mata manusia. Karena potensi tambang dan mineral di balik punggung bukit itu telah jadi incaran. Dan ia tetap berupaya untuk melindungi wilayah perbukitan itu lewat caranya.
***
Sejak jadi incaran itu punggungan bukit di sana tidak pernah terlihat keindahannya lagi. Karena asap putih serupa kabut adalah kabut  itu sendiri yang terus menunjukkan wajah suramnya.