Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Pulang

1 Oktober 2022   18:53 Diperbarui: 1 Oktober 2022   18:55 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru dua hari Mail jadi pengojek di pengkolan jalan. Selama dua hari itu sudah lumayan uang yang diperolehnya dari penumpang yang diantarnya itu  Rencananya jika ojek motornya ini lancar maka ia akan bergabung dengan aplikasi.. Tentu ia akan layangkan surat lamaran itu lebih dulu.

Sebagai anak muda dari kampung ia punya tekad yang bulat untuk maju. Supaya orang tuanya di daerah bisa terbantu. Motor ini pun masih plat daerah. Sementara ia baru satu minggu tinggal dan menetap bersama kerabatnya di kota ini. Jadi praktis ia tidak leluasa untuk bergerak lebih jauh selain dari antar penumpang di sekitar pemukimannya.

Hari ketiga ini ia sedang menunggu penumpang bersama pengojek lain di pangkalan. Secara bergiliran lima motor  yang ada itu rutin mengantar penumpang. Keempatnya hari ini sudah peroleh satu putaran. Tinggal Mail menunggu giliran.

Giliran itu pun tiba. Seorang ibu minta diantar ke suatu tempat. Mail langsung tancap gas. Dipikirnya jarak yang ditempuh itu di sekitar pemukiman namun penumpang ini belum memberikan tanda-tanda untuk sampai.

Sudah sekitar 25 menit baru penumpang ini minta turun di depan gang rumahnya. Di sekitarnya pabrik industri tekstil sebab bau dari udara yang dihirupnya dirasakan oleh Mail. Penumpang ini lalu memberikan ongkosnya.

Ongkos itu diterima Mail sudah sesuai bahkan lebih malah. Tapi Mail justru menunjukkan wajah sedihnya. Melihat pengojek ini pasang wajah demikian, ibu ini pun memberikan tambahan. Barangkali dipikirnya kurang.

Mail menerimanya juga. Tapi ia justru tergenang air matanya. Ibu ini semakin prihatin. Dipikirnya ongkosnya itu belum mencukupi, atau ia sedang terkenang tempat ini, entahlah.  Lalu ia berikan tambahan lagi. Jumlah seratus ribu diterima Mail oleh kebaikan ibu ini.

Mail tetap menerima tapi kemudian ia terlihat menangis tersedu-sedu. Ibu ini heran, dan kaget. Ibu ini berpikir barangkali pengojek ini sedang menderita sakit, atau lapar. 

Atau menangis karena terharu oleh apa yang dilakukan dengan ongkosnya itu.  Lalu untuk mencari tahu itu  ia bertanya sungguh-sungguh.

"Kenapa menangis mas?Ongkosnya kurang?"

"Ongkosnya lebih dari cukup ibu."

"Tapi kenapa menangis?"

"Saya tidak tahu arah jalan pulangnya."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun