Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Daster Batik

24 September 2022   08:39 Diperbarui: 24 September 2022   21:57 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh sebab visa turisnya bakal habis dua minggu lagi, sementara uang sudah menipis hanya cukup untuk sewa kosan, dan makan, maka Suleman berniat ambil peruntungan.

Di sisa waktu tersebut ia tetapkan hati untuk menjual apa yang bisa dijual di perkampungan berudara dingin ini. Sebagai WNA asal Timur Tengah, ia sudah dikenal oleh warga karena royal, dan mudah diutangi.

Terlebih ia sudah lumayan fasih berbahasa Indonesia dengan logat kampung itu maka dirasa cukup dari segi human resourcenya. Apalagi ia mudah akrab, dan cepat karib. Untuk itu, ia minta dikirimi pakaian dalam wanita dari negerinya.

Keluarganya heran di negerinya mendengar niatnya itu. Tapi juga kasihan. Sementara Suleman katakan, ia akan berusaha sekuat daya secara mandiri untuk bisa kembali ke negeri asalnya. Padahal keluarganya cukup terpandang di negerinya itu.

Tapi karena ia sudah bulat, maka keluarganya mengirimkan barang-barang sandang sebanyak tiga karung. Semuanya serba baru, dan semuanya pakaian dalam wanita.

Sisa waktu tinggal 10 hari.

Setelah disortir barang-barang itu ia bawa kemudian ke emperan di luar pagar mesjid pada hari Jumat. Di sini banyak penjual yang menggelar dagangannya. Serba rupa.

Dan, Suleman melihat di sisi sebelah kanannya, ada yang menjual siwak, kurma, juga air zam-zam. Juga kain sarung, buku-buku agama, es cendol, es dawet, peci, macam-macam di sebelah kiri, depan maupun belakangnya.

Suleman tersenyum.

Usai jumatan, ia buka kemudian. Jemaah saling berhimpitan untuk melihat, dan membeli barang yang diincarnya pada pedagang lain.

Sementara sudah nyaris satu jam, dagangan yang dijual Suleman tidak ada satupun yang laku. Orang hanya melihat-lihat saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun