Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Keempat

4 September 2022   10:01 Diperbarui: 4 September 2022   10:19 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kematian perempuan separuh baya sudah tiga hari lalu. Tapi Bonsay tak juga mendatangi ahli warisnya. Padahal dua bulan sebelum kematian, perempuan ini sudah wanti-wanti agar Bonsay selesaikan hutangnya sebesar satu juta rupiah kontan. 

Walau kelak ia tiada umur, hutangnya bisa segera untuk dibayarkan pada anak-anaknya. Begitu wasiat yang disampaikan. Sayang hal itu tidak digubris sama sekali oleh Bonsay.

Di malam keempat ini, Bonsay tengah malam tidak bisa lelap tidurnya. Suara-suara seperti datang tiba-tiba. Dari kucing mengeong sampai sendok seperti berdentingan mengetuk-ngetuk piring di dapur. Tiap kali mendengar itu ia gosok-gosokan kupingnya untuk memastikan apa yang didengarnya barusan. Tapi hening kemudian.

Baru satu menit pejamkan mata, bunyi pintu rumah seperti ada yang mengetuk berulang kali, dan mengagetkannya. Ia segera datangi, dan buka pintu itu tiada orang di situ. 

Sepi, gelap, hanya suara kodok lapar mencari mangsa yang didengarnya. Lampu yang ada di jalan juga terpendar tidak menerangi sekeliling. Tapi bau busuk menguar menusuk hidungnya.

Ia kembali menutup pintu dengan tenang.

Jam menunjukkan pukul satu dini hari. Bonsay tidak bisa lagi pejamkan mata. Ia mondar mandir di ruang tamu. Satu sigaret ia nyalakan. Seiring nyala korek api yang tertuju pada batang sigaret itu, sekelabat cahaya seperti melintas di hadapannya. Ia terkejut, lalu matanya menoleh kiri kanan, atas bawah, juga depan belakang. Tidak ada siapa-siapa. Atau tidak ada apa-apa.

Ia duduk di kursi kemudian. Ia hisap sigaretnya dalam-dalam. Hembuskan asapnya pelan-pelan. Namun semakin asap itu ia hembuskan menyerupai bulatan, maka asap itu seakan membentuk sosok perempuan berambut panjang, lalu hilang dalam sekejap. Bonsay diam menahan diri melihat keanehan ini.

Ia bilang, "memang hutangku belum dibayar tapi pagi ini akan aku bayar." Bonsay mengatakan itu seperti tahu siapa yang sedang mendatangi, dan mengganggunya.

Usai mengatakan itu, ia bisa kembali pejamkan mata hingga jelang siang. Bukan pagi lagi. Lalu ia beranjak pergi, bukan untuk membayar hutang pada ahli waris perempuan itu. Tapi ia pergi ke kota untuk tujuan yang sudah  lama ia rencanakan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun